Langsung ke konten utama

Organisasi Sebuah Jalan Pembebasan

Woks

Berorganisasi adalah salah satu jalan menuju tangga kesuksesan. Sebab suatu kemustahilan jika sukses bisa dilakukan sendiri. Jika pun bisa tentu hal itu telah mendobrak teori tentang zoon politicon nya Aristoteles bahwa manusia adalah mahluk sosial. Kesuksesan bisa diraih sendiri hanya dalam ranah konsep dan idealisme yang telah dibangun sendiri, sedangkan di ranah praksis seseorang pasti membutuhkan orang lain untuk menunjang kebutuhanya.

Sebagai sebuah media pembelajaran terutama di kampus, organisasi menjadi hal yang vital kedua setelah pengetahuan. Ia merupakan sarana menempa diri paling efektif dan tak perlu bayar mahal. Kecuali masuk organisasi yang disokong ongkos untuk sebuah posisi jabatan, itu beda lagi. Organisasi merupakan wadah berkarya, saling kerjasama, membuat sistem yang kuat dan berdiri diatas semua golongan. Tidak bisa organisasi berjalan sendiri hanya dipacu oleh satu kepala. Sesuai dengan pengertianya organisasi adalah sekumpulan kelompok yang saling bekerjasama untuk saling mengerti tugas pokok dan fungsinya.

Ada banyak organisasi penunjang perkuliahan dan menempa diri di kampus. Termasuk banyak juga perilaku organisasi dari setiap anggota. Bisa kita lihat sekaligus merasakan atmosfir organisasi itu dengan cara mengikutinya. Kumpulan organisasi itu di antaranya UKM (unik kegiatan mahasiswa), LPM (lembaga pers mahasiswa) serta organisasi parleman kampus seperti DEMA (dewan eksekutif) dan  SEMA (senat mahasiswa/legislatif). Amat disayangkan mahasiswa belum sepenuhnya sadar betapa pentingnya mengikuti organisasi. Jika mereka sadar tentu dari jumlah mahasiswa ribuan itu minimal beberapa persennya ikut berjuang menghidupi organisasi.

Sebuah adagium dari Sayyidina Ali karamallahu wajhah bahwa "kejahatan yang terorganisir lebih mengerikan, lebih-lebih sebuah kebaikan". Inilah sisi penting dari sebuah organisasi jika sistem integrasi telah terbangun dengan kuat maka keinginan sebesar apapun bisa tercapai. Tak kalah pentingnya yaitu sebuah komunikasi yang baik menjadi landasan utama lancarnya lalu lintas organisasi. Sebab jika komunikasi tidak dilandasi dengan kesadaran utuh sebesar apapun organisasi maka ia akan menjadi awal dari kehancuran.

Optimalisasi peran legislatif menuju parlemen kampus yang berintegritas di era millenial merupakan tema besar yang tidak hanya berakhir digagasan tapi aspek aplikatiflah yang penting. Karena bicara tentang usaha maksimal berarti bersinggungan dengan SDM (sumberdaya manusia) yang harus diperhatikan secara serius. Korelasinya berdampak pada loyalitas dan kontribusinya bagi organisasi, bukan pada kepentingan pribadi.

Jika aspek-aspek dalam berorganisasi telah terpenuhi seperti saling memahami, menghormati pendapat, loyalitas, tanggungjawab, kesadaran akan visi, dan sikap berjuang maka tak mustahil bahwa organisasi akan menjadi poros dalam misi kebermanfaatan. Asas di manapun organisasi adalah mencapai kemaslahatan. Walaupun kebaikan selalu disalah artikan. Mereka menganggap bahwa yang baik sudah pasti benar, padahal belum tentu. Identifikasi kebenaran biasanya sederhana yaitu melihat jiwa seseorang yang gandrung akan keadilan, menjunjung supremasi hukum, memuliakan ilmu pengetahuan, berasas kemaslahatan, sikap filantropi, mementingkan orang lain, dan jujur serta serangkaian sikap lain yang mencerminkan kemanusiaan termasuk tegas dan beradab.

Jika flashback masa kolonial banyak organisasi di Indonesia yang berdiri dengan visi pembebasan atau kemerdekaan. Misi itu rerata sama dari setiap organisasi walau cita-cita integrasi atau penyatuan baru terwujud pada 1928 melalui sumpah pemuda. Akan tetapi embrio persatuan sudah ada sejak zaman kerajaan Nusantara utamanya Majapahit. Organisasi mereka dengan lantang berorientasi pada pembebasan utamanya demi meraih kemerdekaan. Mereka berjuang dengan heroik melalui organisasi baik di meja diplomatik maupun praktis terjun ke lapangan. Termasuk peran organisasi militer yang juga menyumbang kepercayaan diri bangsa Indonesia yang sedang dijajah itu.

Tidak bisa dipandang sebelah mata bahwa organisasi sangat penting peranannya. Seperti organisasi Budi Utomo yang bergerak di bidang sosial, ekonomi dan kebudayaan atau Indische Partij  yaitu sebuah partai politik yang bertujuan untuk meraih kemerdekaan dan Taman Siswa merupakan organisasi yang bergerak di bidang pendidikan dengan tujuan mencerdaskan orang-orang Bumi putera untuk keluar dari belenggu kebodohan. Organisasi pemberitaan seperti Soenda Berita juga turut dalam membombardir informasi yang dimonopoli oleh penjajah, sehingga rakyat bisa mengetahui berita yang sesungguhnya. Sebelum ada pers tersebut masyarakat mudah sekali diadu domba. Organisasi perekonomian seperti Sarekat Dagang Islam (SDI) yang berupaya mandiri menjadi pelopor dan penggerak ekonomi kerakyatan guna melepas diri dari ideologi penjajah yang mencekik seperti ular, termasuk juga munculnya koperasi oleh Bung Hatta. Organisasi perempuan juga tak kalah kontribusinya, mereka ingin keluar dari zona nyaman bahwa perempuan selalu butuh laki-laki, nyatanyapun tidak. Mereka justru berpikir melampaui zamanya bahwa perempuan mampu berkarya, mereka juga sadar bahwa ketimpangan, penindasan, kebodohan, keterbelakangan, dan stigma lainya harus segera dibebaskan salah satunya dengan berpendidikan dan organisasi. Organisasi kepanduan pun demikian termasuk organisasi yang mengawal anak muda pasca kemerdekaan yaitu sekitar tahun 1961.

Dulu dan sekarang zaman mungkin telah berubah tapi semangat organisasi harus terus dimaknai dengan baik. Karena para pendahulu telah mewarisi semangat juang itu. Walau perang sudah tiada tapi organisasi masih relevan untuk terus berupaya berbuat kebaikan. Sampaikan bahwa jalan organisasi adalah jalan berliku yang bergerak untuk membebaskan. Sekarang apakah anda tetap diam?

*Artikel ini pernah disampaikan dalam acara Sekolah Legislatif SEMA FUAD IAIN TA (14/3/20).



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde