Langsung ke konten utama

Obituari Kawan Sebangku

Woks

Selepas shalat subuh (3/7/19) dan mengaji tiba-tiba HP berdering tanda sebuah pesan masuk. Ternyata benar saja, ku ambil HP itu lalu ku lihat pada pesan inbox Facebook tertulis dari seorang teman yang mengabarkan bahwa temanku meninggal baru saja. Saat ku tanyai apakah benar, ternyata iya. Ia sendiri baru saja bangun dari tidur bahwa temanku Esa itu telah pergi selamanya. Mendengar berita itu sontak badanku langsung lemas tak terasa juga air mata berderai walau tak deras. Ya, itu benar beritanya bahwa kawan sebangku dulu saat di Madrasah Aliyah yang bernama Esa prayogi aditya telah berpulang.

Kematian memang tidak pernah mengenal usia, muda tua atau sakit apa. Yang jelas sejak aku mengenalnya Esa memang memiliki penyakit epilepsi yang ia derita sepulang dari mondok di Kuningan. Padahal ia telah berobat ke sana-kemari. Tapi entahlah takdir Allah berkata lain. Aku menyaksikan bahwa Esa adalah orang baik. Bahkan kami yang tergabung dalam sebuah grup bermain bernama "Daekomposer" merasa selalu senang melihatnya. Ia selalu membawa aura gelak tawa bagi teman yang lain. Walaupun kadang ia suka menyendiri entah menghafal atau sekedar bernyanyi. Yang jelas ia tak ingin merepotkan orang lain. Paling penting kami mencoba agar dia tidak melamun.

Empat tahun lamanya saat pertama aku kenal Esa. Ia selalu sebangku denganku, entah mengapa tidak ada yang mau denganya yang jelas aku biasa-biasa saja. Ia juga tidak pernah neko-neko dalam berbagai hal, termasuk tipe penurut dan rajin. Yang ku suka darinya seridaknya ada dua hal pertama, ia sering bersholawat. Baginya lantunan shalawat tidak hanya sekedar bacaan biasa, tapi ia sebuah kata yang mengandung energi besar bisa sambung kepada Nabi Muhammad saw. Kedua, ia sering mengkritik jika ada yang salah. Kekritisanya seputar fenomena temanya yang kadang usil dan aneh, terutama mereka yang menggunakan uang orang tua secara sewenang-wenang.

Esa juga termasuk orang yang militan terhadap organisasi. Bahkan iya rela berjalan jauh demi membuktikan bahwa ia layak disandingkan dengan orang normal lainya. Ia tidak lemah, salah satu buktinya ia sering ikut eskul bola basket dan partisipasi dalam pertandingan. Selain itu ia juga solid dengan sesama kawanya. Buktinya ia rela datang dalam acara reuni dan menyumbang uang walau ia sendiri dalam keadaan tak enak badan. Terlepas dari kekuranganya, Esa merupakan contoh teman yang sederhana. Selama ku kenal dia, ia orang yang loman, humoris dan senang bercerita. Rasanya masih banyak kebaikan yang aku dapatkan darinya. Seseorang yang bertahan di tengah sakit yang dideritanya.

Selamat Jalan Esa....

Pada bulan selanjutnya yaitu ketika reuni kesekian dilangsungkan tentu ada momen yang nampak kurang, di mana salah satu teman kami tak bisa hadir selamanya. Iya adalah Esa. Biasanya ia bersamaku hadir dalam setiap acara yang digagas teman-teman dan sekolah, tapi kini ia memang telah mendahului kami.

Pada liburan lebaran tahun lalu aku dan beberapa teman mencoba untuk berziarah ke makam Esa. Di sanalah mungkin sebuah momen di mana kami memanjatkan doa sekaligus bernostalgia bahwa kami pernah bersua dengannya. Orang yang pernah berbuat banyak kebaikan buat kami. Walau kadang teman lain belum bisa menerimanya.  Sebenarnya hanya itu yang bisa kami perbuat. Semoga saja doa dan fatihah bisa mempertemukan kita lagi di atas keridhoan Allah swt.

al fatihah Esa prayogi aditya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde