"Kalau bisa cari istri itu yang mampu menopang perjuangan suami. Jangan sampai istri itu hanya bisa gondelan (berpegang) sama suami saja. Maka ini alasan mengapa Kyai banyak beristri Ning, karena Ning itu satu level walhasil mereka akan mengerti apa tugas suaminya. Jangan sampai istri menjadi penghalang dalam perjuanganmu".
Begitulah salah satu kutipan pernyataan dalam pengajian Gus Baha. Beliau juga meneruskan bahwa KH Hasyim Muzadi pernah ngendikan (berkata) bahwa dosa besar seorang istri adalah membuat bodoh suaminya. Secara realitas perempuan benar-benar harus mengerti keadaan suaminya, jangan sampai ia mengikuti nafsunya. Sehingga jika suami belum mampu dalam mencukupi kehidupanya maka sang istri jangan terlalu banyak menuntut. Entah hal itu merupakan legitimasi atau apa, yang jelas pernyataan itu berdasar pada contoh ulama terdahulu dalam perkara ilmu.
Para ulama dahulu saking cintannya dengan ilmu mereka tidak memperdulikan hal lain kecuali ilmu itu sendiri. Sehingga tidak aneh jika ada ulama yang mudah bercerai. Imam Sibawaih adalah salah satu ulama besar, pengarang kitab produktif, alim tampan dan masih muda. Di tambah lagi harumnya seperti apel sehingga menambah mempesonanya beliau. Suatu saat ketika beliau mengarang kitab al Kitab, yaitu sebuah kitab yang tidak ada namanya. Beliau sampai jarang menyentuh istrinya padahal istrinya sangat cantik. Lantas sang istri pun menaruh curiga bahwa selama ini kitab itulah yang menjadi penyebab mengapa ia dinomorduakan sang imam. Suatu hari istrinya memiliki akal untuk menyingkirkan al kitab itu dan akhirnya kitab itu ia bakar. Singkatnya Imam Sibawaih pun bertanya "di mana kitab ku?" istrinya menjawab "sudah aku bakar, sebab karena kitab itu aku selalu tak kau perdulikan". Mendengar pernyataan itu Imam Sibawaih bukanya simpati, beliau justru malah menceraikan istrinya.
Imam Syafi'i penulis kitab ar Risalah yang madzhabnya mashur juga sama, pada saat akan menikah beliau mengumumkan kepada warga di sana bahwa ia ingin menikah. Siapa yang tak kenal imam Syafi'i ulama besar, alim dan juga tampan, pasti banyak perempuan yang antri ingin dijadikan istri. Beliau pun mengumumkan bahwa kriteria calon istrinya adalah yang siap tidak digauli, karena ia pasti akan disibukan dengan menulis dan mengaji. Lantas urusan istri akan menjadi hal yang sekunder di atas sebuah ruh perjuangan dan mengajar. Hingga akhirnya ada perempuan yang mau dinikah imam Syafi'i.
Dari cerita tersebut tentu kita paham bahwa mencari perempuan harus sesuai dengan kebutuhan. Jika bisa yang mampu dan pengertian dalam perjuangan dan dakwah. Jangan sampai orang lain bodoh karena memperturutkan keinginan perempuan. Banyak orang alim yang bodoh karena bujuk rayu perempuan. Maka dari itu perempuan juga harus mengerti kebutuhan suaminya. Syukur-syukur ia mau berjuang bersama.
*Disarikan dari ceramah Gus Baha
Komentar
Posting Komentar