Langsung ke konten utama

Obituari Sang Idola

Woks

Saat mendengar seseorang kawan meninggal hatiku terasa sendu. Tak terasa mulut menjadi kelu, pikiran melayang dan tak terasa air mata pun tumpah menetes sedikit demi sedikit. Setelah ku cari tahu info tersebut ternyata benar bahwa itu adalah berita bahwa kawan kita telah meninggal. Katanya meninggal karena sakit yang dideritanya sejak sekian lama. Aku tidak tahu pasti penyakit apa yang ia derita, namun sejak perkenalan kita di masa SD dulu dia memang sering sekali mengalami sakit. Terutama saat pelajaran olahraga.

Namanya Annisa Fitriyani seorang gadis yang biasa kita panggil bersama dengan fitri adalah teman sewaktu kita SD. Tepatnya di SDN Mekar Jaya. Dia adalah salah satu sosok gadis yang periang dan tentunya menjadi idola di kelas dan di sekolah. Jika mengenang masa SD dulu saat mendiang masih hidup kita bisa tahu betapa menariknya jaman kecil dulu. Fitri adalah salah seorang sosok yang sering diperebutkan oleh banyak lelaki. Dan aku adalah seorang laki-laki yang tidak pernah mengerti mengapa hal itu bisa terjadi?

Mungkin karena Fitri adalah seorang yang manis dan imut, hingga laki-laki kawan-kawanku seringlah untuk mempertaruhkan kekuatan yang pada saat itu sering sekali dikeluarkan. Pada jaman SD dulu para laki-laki sering sekali tanding di garang awi atau kita bisa menyebutnya kebun yang ditanami pohon bambu. Sepulang dari sekolah ataupun dari madrasah diniyah kita sering sekali berkunjung di sana untuk balapan sepeda. Tak terkecuali Fitri pun sering ikut ke sana. Di sanalah kadangkala para lelaki berkelahi untuk merebutkan siapa yang pantas untuk mendapatkan Fitri. Tapi cerdaslah Fitri dia tidak memilih siapa pun untuk iya cintai sebab kita masih anak-anak.

Tidak banyak yang aku bisa aku ceritakan tentangnya. Yang jelas ia orang baik. Walau kini ia telah tiada, dari fitri selamanya masih hidup dan kita bersuka di SD dulu. Karena aku tahu bahwa kita berpisah sejak mulai SMP sampai dengan hari ini. Yang aku kenal dari Fitri iyalah gadis yang periang dan tidak pernah mengeluh dan tidak pernah terlihat sakit di depan orang lain. Tapi apalah daya kini sang idola di SD tersebut telah tiada. Kita sebagai teman hanya bisa berdoa dan ber belasungkawa. Semoga teman kita Fitri ini diterima amal baiknya oleh Tuhan yang maha esa.

Aku jadi teringat pesan dari kyai Budi Hardjono "ingatlah bahwa kematian tidak akan pernah mengisahkan semua kehilangan, iya tetap akan bertamu di ruang hatimu. Sekalipun jasad telah tertanam di dalam tanah bagaikan akar tetapi sekuntum bunga yang mewangi cukup untuk menghinakan dunia dia akan terus harum di tengah para pecintanya".

al fatihah untuk Annisa Fitriyani

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde