Langsung ke konten utama

Basa Ngapak I
..
Oleh Woko Utoro

"Ora ngapak ora kepenak", begitulah salah satu ungkapan sederhana yg mewakili suasana batin seseorang terkait dengan dialek bahasanya. Ungkapan di atas artinya tidak ngapak (bahasa dialek jawa kulonan) tidak enak (masalah kenyamanan). Ungkapan tersebut jika kita ketahui biasa di sebut bahasa ngapak. Dari ungkapan di atas tentunya kita bertanya seribu bahasa, bagaimana asal usul bahasa ngapak itu terjadi. Saya merasa terpanggil untuk menuliskan sejarah ringkas bahasa ngapak tersebut.
..
Sebenarnya jika kita mau mencari sumber terkait bahasa ngapak bisa di lihat di internet utamanya di situs inseklopedia indonesia, wikipedia dan dzikriwb. blogspot, situs inilah yg mungkin bisa sebagai acuan menggali info terkait bahasa ngapak. Walaupun masih jauh dari kata refresentatif. Jika kita telusuri versi panjangnya nanti berhubungan dengan lahirnya kerajaan Kawali dan Tarumanegara yg semuanya ada di Jawa barat.
..
Ngapak asal usulnya dari orang Banyumas yg orang banyumas itu sendiri berasal dari Kutai kalimantan timur kemudian mendirikan kerajaan Galuh purba. Kerajaan ini di anggap sebagai kerajaan pertama di pulau jawa karena sudah ada sebelum kerajaan mataram kuno. Dalam catatan Mr Van Der Muelen, pada abad ke-3 sebelum masehi para pendatang tadi datang ke cirebon dan masuk ke pedalaman termasuk ke gunung. Ada yg ke gunung Slamet dan menjadi orang dengan bahasa jawa dan ada ke gunung Ciremai dan menjadi orang dengan bahasa Sunda.
..
Bahasa ngapak sendiri menurut ahli tata bahasa Mr E. M Uhlenbeck (1964) termasuk rumpun bahasa jawa kulon yg tersebar dan terdiri dari Banten lor, Indramayu/cirebon, brebes, tegal, pemalang, bumiayu, banyumas, cilacap, purbalingga, banjarnegara, kedu, kebumen, kulonprogo dan purwodadi. Dari kota-kota tersebut maka jika kita berkesempatan singgah di salah satu tempatnya maka, anda jangan heran jika di sana akan kita jumpai bahasa jawa dengan penekanan huruf "A" dan "K" di akhir katanya. Bisa di katakan bahwa bahasa ngapak adalah bahasa pertama di jawa. Seperti kata sansekerta asli bukan sansekerto atau bhineka tunggal ika bukan tunggal iko. Itulah keunikan bahasa ini, sehingga sastrawan Ahmad Tohari mengatakan bahwa bahasa ngapak bersifat vertikal dan bahasa jawa wetan (kromo) bersifat horizontal, bahkan bisa bersifat politis dalam sejarahnya.
..
Mungkin bagi orang lain bahasa ngapak terkesan kasar atau bahasa inferior (rendahan) dan lucu padahal hal itu hanya stigma saja. Justru bahasa ngapak adalah bahasa yg bersifat egaliter dimana, bahasa ini berlaku dimana saja, terutama sesama ngapak dan berbicara tanpa memandang starata sosial, mau itu (rakyat, buruh, priyayi atau ningrat) semua sama.
Saking sederhananya sehingga orang banyumas dengan bahasa ngapaknya di simbolkan dengan wayang bagong.
..
Orang ngapak sendiri memiliki sikap Blakasuta yaitu sikap yg ketika bicara blak-blakan, apa adanya. Sehingga jika sesama ngapak tidak ada yg namanya ini kasar, ini tidak sopan, ini lucu justru yg ada yaitu saling menghormati dan menghargai. Dalam peribahasa berbunyi "ngisor galeng, ndhuwur ya galeng". Artinya mereka suka bercanda dan tanpa mengenal kasta yg ada hanya sisi universalitas. Maka dari itu falsafah hidup mereka adalah "semua orang sama di hadapan tuhan". 
#Salam budaya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde