Langsung ke konten utama

Ekspedisi Suluk
..
Oleh Woko Utoro

Ketika pertama kali kami di beri tema penelitian mengenai pesulukan, kami langsung tertantang dan bergegas menentukan strategi berupa mapping konsep agar data2 yg di peroleh bernilai valid. Kebetulan yg akan kami teliti adalah sisi psikologis orang2 yg akan menerima suluk dan pasca suluk. Untuk objek kajianya sendiri menggunakan data berupa observasi langsung dan kajian pustaka sebagai komparatifnya.
..
Yang saya pahami dari beberapa referensi buku suluk berarti perjalanan ruhani seorang hamba dengan tujuan untuk mendekatkan diri, memohon ampunan, dan berkehendak mendapat ridho Allah SWT . dengan melalui tahapan-tahapan penyucian jiwa (tazkaiatun – nafsi) yang dipraktekan ke dalam latihan-latihan ruhani( riadlatur-ruhaniah) secara istiqamah dan mudawamah. Seseorang yang melaksanakan suluk dinamakan salik (tahapan menjadi salik bisa di lihat di kitab Tanwirul Qulub karangan Syeikh Amin Kurdi).
..
Sore itu saya bersama kawan saya @Muhammad Anwar Isbani-son mencoba observasi langsung ke salah satu tempat pesulukan yg ada di kota kediri tepatnya di kecamatan Mojo. Dengan di iringi hujan rintik kami pun berangkat menuju lokasi.
Saking semangatnya motor melaju dengan cepat tanpa tau arah tujuan sehingga benar saja kami pun ke bablasan. Hingga kami pun mampir di salah satu langgar dan bertanya kepada salah seorang jamaah langgar tersebut. Motorpun melaju kembali dan kamipun ke salahan arah lagi untuk kedua kalinya, lalu kami pun bertanya lagi, hingga sampailah kami di tempat tujuan.
..
Dengan suasana yg hening dan damai kami pun sampai di pondok suluk tersebut hingga pertanyaan2 sederhana mulai kami lancarkan. Sampailah kami di rumah salah satu khodim dari pengasuh pondok. Kami pun berbincang, dengan gemeteran saya juga ikut bertanya seputar hal ini. Sejak awal kita sudah memprediksinya bahwa proses wawancara ini membutuhkan mental yg kuat. Maklum saja informanya bukan orang sembarangan. Lalu saya berfikir ini baru level khodim rasanya sudah gemetaran dan meraung2 di hati, apalagi mursyidnya. Waduhhh....sampailah kita pun langsung mengakhiri sesi dan pamit pulang.
..
Pulangnya kami mampir di salah satu kedai mie ayam dengan porsi yg jumbo, alhamdulillah membuat kami agak sedikit kuat untuk melanjutkan perjalanan. Kami pun menutup perjalanan dengan ziarah ke makan Syaikhona Al Maghfurllah KH Chammim Jazuli atau kita sering di kenal dengan Gus Miek. Beliau adalah salah satu waliyullah yg wafat di ploso mojo kediri yg terkenal dengan karomah2nya. Hingga tak jarang makamnya tak sepi peziarah. Dari Banten sampai Madura juga banyak yg datang ke sini.
Dari awal hingga akhir kami banyak menemukan pelajaran yg berharga di antaranya soal niat dan kebermanfaatan hidup. Niat harus benar2 di tanamkan dalam hati yg tulus dan ikhlas, jangan di buat mainan. Lihat para waliAllah mereka dengan ikhlas mendarma baktikan hidupnya untuk kepentingan agama Allah dengan sangat ikhlas dan ridho. Sehingga walaupun sudah wafatpun masih tetap memberikan sumbang sih yg tak terhingga bagi masyarakat sekitar. Lalu kita sebagai orang awwam berada pada posisi yg mana dan apa kontribusi kita terhadap zaman hingga sampai sekarang ini.
Selamat merenung...
#Salam Budaya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde