Langsung ke konten utama

Ziarah Waliyullah I
..
Oleh Woko Utoro

Alhamdulillah kemarin saya merasakan sejuknya mengikuti serangkaian acara ziarah yg di selenggarakan salah satu organisasi besar di kampus. Ketika mendengar akan ada ziarah wali Jawa Timur hati saya langsung tergerak ingin mengikutinya. Salah satu tujuanya adalah bertaqorrub kepada para auliya Allah dan menggali ilmu di dalamnya. Kata Pak Ali Shomad selaku pembimbing ziarah memberi pesan bahwa ziarah waliyullah/kubur itu selain mengingatkan kita pada kematian juga disitulah letak jiwa seseorang. Semakin ia pintar maka semakin ia tau diri posisinya. Dan semakin ia pintar semakin bodohlah ia.
..
Ziarah Kubur menurut KH Abdurrahman Wahid biasa di kenal dengan Gus Dur ialah (Folk Islam) yaitu, sebuah tradisi Islam kerakyatan. Sehingga tradisi ini biasanya di ikuti orang2 kalangan pesantren dan umunya warga biasa. Jika dalam kamus bahasa Arab ziarah berasal dari kata zaara-yazuuru artinya berkunjung. Berkunjung disini maksudnya ialah bersambung silaturrahim kepada para waliAllah yg telah berjasa besar dalam penyebaran Islam di Nusantara khususnya di pulau jawa. Tanpa mereka mungkin Islam belum seperti sekarang yg terang benderang ini. Tujuan ziarah wali jawa timur yg kami lalui yaitu dari kediri Syeikh Ihsan bin Dahlan Al Jampesi (pengarang kitab Sirajut tholibin), lalu ke makam 3komando tebu ireng (Mbah Hasyim, KH Wahid Hasyim dan Gus Dur), berlanjut ke Syeikh Jumadil Qubro, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Maulana Malik Ibrohim, Sunan Drajat, Syeikh Ibrohim as Somoroqondi, lalu terakhir ke Sunan Bonang Tuban.
..
Hukum ziarah kubur sendiri asalnya dulu adalah haram, karena di khawatirkan iman yg lemah dari orang2 yg masih awwam itu bisa menimbulkan praktik2 bid'ah dan khurafat, yg dalam hal ini ulama2 wahabi menghukuminya syirik. Dalam sebuah hadits mengatakan bahwa Rasulullah bersabda “Aku (Nabi) dulu melarang kamu ziarah kubur, maka sekarang berziarah kuburlah kamu, karena ziarah kubur itu bisa melunakkan hati, bisa menjadikan air mata bercucuran dan mengingatkan adanya alam akhirat, dan janganlah kamu berkata buruk”. (HR. Hakim). Di tambah lagi sebenarnya masih banyak versi hadits yg membahas masalah ziarah kubur ini. Sehingga perlu di cantumkan dalam tulisan selanjutnya. Intinya adalah selagi tidak menyalahi aturan dalam Islam berziarah khususnya bagi laki2 hukumnya sunnah. Dan bagi perempuan masih banyak perdebatan ada yg menyebutkan mubah dan ada pula yg mengharamkanya.
..
Dalam kalangan pesantren ziarah kubur atau ziarah ke makam para Auliya ialah sebuah kewajiban dan menjadi bagian dari rutinitas biasanya, di adakan setiap satu tahun sekali namun, anjuran berapa kali atau harinya bebas tidak di permasalahkan. Dan mengunjunginya pun tidak di batasi harus wali songo yg kita kenal, para ulama atau kiai biasapun boleh. Dan yg paling penting adalah orang tua kita terlebih dahulu. Kalangan santri biasanya berziarah itu bertujuan untuk ngalap barokah (thalab ziyadah al-khair) atau mencari tambahnya kebaikan (ziyadatal khair). Kalangan pesantren meyakini bahwa para aula Allah itu adalah orang2 pilihan sehingga mereka bertawasul kepada Allah dan menyebut namanya bisa jadi allah bermurah hati memperkenankan do'anya di ijabah. Karena kita adalah mahluk yg teramat kecil dalam pandanganNya. Sehingga kita dapat berfikir untuk kehidupan selanjutnya. Jika para Auliya Allah ygtelah wafat mereka masih tetap membawa sejuta manfaat sedangkan kita, apa yg sudah kita perbuat dan apa yg akan kita wariskan untuk anak cucu?. Maka pantaslah sebaik2 orang adalah yg bermanfaat bagi orang lain. Para Wali Allah telah membuktikan hidupnya menjadi lentera yg bersinar di masyarakat. Semoga kita dapay mengambil ibrahnya.
..
"Barang siapa yg mencatat & membaca biografi orang mukmin maka ia sama halnya menghidupi kembali orang mukmin tadi. Dan barang siapa yg berziarah kepadanya maka ia berhak mendapat ridho Allah dan akan di tempatkan di posisi yg lebih tinggi di surga" (Bughyatul Mustarsyidin:97).
Selamat merenung...
#SarKub
#Salam Budaya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde