Langsung ke konten utama
Negeri BBT 20tahun Silam II
..
Oleh Woko Utoro

Suatu hari dalam sebuah perdiskusian yg asyik, teman saya bercerita seputar kampung halamnya yg kini sudah banyak sekali mengalami perubahan. Dalam tatanan sosial tidak hanya perubahan secara insprastruktur saja melainkan berubah secara moral dan tata sosial budaya. Bahasa paling sederhananya adalah adanya perubahan nilai di dalam komunitas sosial yg luas dalam hal ini adalah masyarakat.
..
Saya pun menjawab pernyataan teman saya itu bahwa perubahan nilai yg terjadi tidak hanya di alami satu atau dua daerah melainkan hampir di setiap daerah terjadi. Maka dari itu beberapa daerah tertentu tidak mau daerahnya berubah dengan cara mengikuti perkembangan zaman. Mereka lebih memilih tetep dengan pendirian utama, sejak dulu, kini dan sampai nanti melestarikan tradisi leluhur, contoh adalah di daerah suku Badui Banten dan suku Tengger di Bromo.
..
Di desa saya tinggal sekitar 20 tahun silam menjadi desa yg aman. Dulu para tetangga saling guyub dan rukun, saling berdampingan dan ramah, tapi kini semuanya sudah mulai memudar. Bayangkan saja istilah Gorol (gotong royong) yg menjadi sebuah kebersamaan sudah tiada. Semua seperti tinggal nama.
Seperti soal rumah dan bangunanya. Dulu orang tidak membuat rumah dengan pagarnya. Sekarang kita dapat melihatnya, rumah2 di hiasi tralis besi, duri atau kaca beling layaknya istana yg memagar besikan diri. Dulu kepercayaan antar sesama tetangga sangat di junjung tinggi sekali. Tapi kini tetangga miskin merasa miskin ketika bertamu ke rumah orang kaya yg rumahnya menembokan diri. Padahal dulu tidak ada klasifikasi starata seperti itu.
..
Dari hal tersebut disinilah kita harus belajar seperti halnya orang jawa ngapak melahirkan prinsip kerukunan yg masih dijunjung tinggi dengan filosofisnya yakni ungkapan "tenimbang pager wesi, mendhingan pager tai" sehingga melahirkan prinsip aman dan tenteram. Hidup bertetangga berarti saling menjaga rasa aman dalam kehidupan kolektif. Sikap egaliter itu akan menjauhkan setiap individu dari sikap feodalisme yang menempatkan kedudukan, pangkat, dan harta sebagai kiblat hubungan sosial.
..
Dan kitapun tidak bisa menolak adanya perubahan baik pranata sosial maupun sebuah sikap. Dalam teori perubahan sikap (attitude change theory) Carl Hovland mengatakan bahwa seseorang akan mengalami ketidak nyamanan dalam dirinya bila ia di hadapkan pada informasi baru atau informasi yg bertentangan dengan keyakinanya. Artinya seseorang cenderung memiliki emosi yg tinggi ketika orang lain melampauinya. Contoh paling sering kita jumpai di masyarakat di antaranya, tetangga sebelah memiliki motor A, kita pasti berambisi untuk memiliki motor B yg lebih dan yg lainya. Dalam peribahasa yaitu " rumput tetangga selalu lebih hijau dari ladang milik kita". Kita selalu merasa kurang. Dan memang itu menjadikanya tabiat dasar yg ingin selalu terpenuhi.
..
Maka dari itu sebenarnya kehidupan tetangga yang tampak lebih indah di mata kita belum tentu lebih bahagia daripada kehidupan kita sendiri. Maka pepatah jawa mengatakan “urip iku mung sawang sinawang, mula aja mung nyawang apa sing kesawang”artinya hidup itu hanya tentang melihat dan dilihat, jadi jangan hanya melihat apa yang terlihat.
Kapan saya dapat melihat desa saya seperti dulu lg?. Kapan saya bisa menyaksikan pemudanya bangkit berkarya?. Kapan semua orang sadar bahwa kita sedang di jajah zaman?. Mungkin bolehlah fisik berubah sesuai zamanya tapi rasa dalam hati akan terus teguh dan akan ada sampai kapanpun. Padahal "Hidup adalah anugerah....aku ada dan engkau ada karena...cinta" (Radja band)
Selamat merenung...
#Salam Budaya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde