Langsung ke konten utama
Tasawuf dan Sepak Bola
..
Oleh Woko Utoro

"Apakah sesuatu yg paling dekat di dunia ini?, jawabanya adalah kematian" begitulah pesan agama dalam mengingatkan hamba-hambanya mengenai kematian. "Kullun nafsin dzaiqatul mawt". Jika anda pecinta sepakbola (footballovers) tentunya anda akan tau bahwa kiper legenda Persela Lamongan Choirul Huda wafat. Kejadianya ketika sang kiper mengamankan gawangnya dari pemain semen padang dan ia pun harus berjibaku dengan kawanya hingga pingsan tak sadarkan diri, hingga wafatnya. Contoh demikian bukan kali pertamanya dalam jagat sepak bola melainkan sudah banyak contoh, mungkin ini ke sekian ribunya sejak perhelatan sepak bola di gelar pertama kali di Inggris raya.
Fenomena inilah yg di sebut kita sedang di intip kematian.
..
Kata KH Abdullah Gymnastiar (A'a Gym) mengatakan bahwa kematian adalah sesuatu hal yg amat teramat misterius sehingga menimbulkan pertanyaan ini; kapan kita mati? dimana kita mati, dan sedang dlm keadaan apa kita mati?, tentunya tiga pertanyaan itu sukar untuk di jawab bukan?. Maka ibarat dalam tatanan sosial kematian itu adalah tamu yg tak di undang, kapan saja ia bisa datang dan dalam keadaan apapun. Termasuk pesepakbola. Apalagi saya, bukan siapa-siapa.
..
Lalu adakah korelasi antara tasawuf dan sepakbola?, penulis mengiyakan dan ada. Seperti contoh di atas ajaran merasuk melalui cara untuk menginatNya dimanapun dan kapanpun. Jika kita mengamati dunia sepakbola tentunya dapat kita pelajari dua hal, pertama hal positif dan kedua hal negatif. Dua hal ini wajar dalam sisi kehidupan lir ibarat dua sisi mata uang yg tak terpisahkan.
Hal yg positif dari dunia sepakbola diantaranya, solidaritas antar pemain dan supporter, kekompakan tim, persaudaraan, rasa semangat dan saling mendukung, tim kerja (no individualism), selebrasi rasa syukur, saling mendo'akan dan lainya. Sisi yg negatif pun harus di sajikan sebagai komparatifnya diantaranya, emosional, kekerasan di lapangan, tawuran supporter, saling ejek, tidak legawa, rasis, mengumpat wasit, yel-yel provokatif, pengaturan skor dan lainya.
..
Disinilah di dalam tatanan ajaran tasawuf merasa penting untuk membangun sikap kesadaran dlm diri pada aspek2 yg ada dalam dunia sepak bola. Jika dalam sepak bola kita dapat mengkontrol hawa nafsu tentunya tidak ada peristiwa saling pukul, adu jotos, memprotes keras wasit bahkan peperangan antar supporter dan sebagainya. Dapatkah kita merasa puas dengan hasil yg di capai ketika selesai pertandingan dengan tawakal. Berharap (raja') tentu di bolehkan, hingga harapan itu bisa di terima (qanaah) hasilnya. Rela, ridho tidak menyimpan rasa dendam jika tim kita kalah dalam pertandingan. Hingga yg terpenting adalah pengontrolan diri (muraqabah), ketika pertandingan, kekalahan dan kemenangan. Kekalahan dan kemenangan adalah hal yg biasa dlm sebuah pertandingan, dan kemenangan dengan fairplay dan kejujuran adalah keluarbiasaan. Di point itulah ajaran tasawuf memainkan peranya.
..
Mungkin tulisan ini tidak bernilai, bahkan bersifat tabu karena, sepak bola bagi sebagian orang adalah judi. Tapi menurut penulis sendiri kita harus memandang pelajaranya bukan hal yg membuatnya chaos (kacau) karena, aspek word view di butuhkan dalam memandang semua ini. Intinya adalah dimanapun dan kapanpun termasuk dlm hal sepak bola pun titik tekanya adalah akhlak yg baik. Abul A'la Maududi menyebutnya "What concerus it self with the spirit of conduct is know as tasawuf" yg berhubungan dengan jiwa adalah tasawuf maka, redamlah hal-hal yg bersifat negatif (keburukan) menuju kebajikan. Buang amarah kebinatangan menuju laallakum tatafakkaruun. Akhlak adalah segala-galanya walaupun di atas rumput hijau (lapangan) sekalipun akhlak tetap terpakai (relevan).
Selamat merenung..
#Salam budaya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde