Langsung ke konten utama
Syeikh Rambut Jagung
..
Oleh Woko Utoro

Dalam Buku epistemologi tasawuf, Haidar Bagir (Mizan:2017:50) menyatakan bahwa istilah mistis (mystical), seperti juga misteri berasal dari akar kata Yunani, myein, yg berarti menutup, khususnya menutup mata dan bibir, demi tidak mengungkapkan sesuatu yg rahasia atau tersembunyi. Dalam hal ini istilah mistis tersebut terbangun dalam tradisi kristiani. Sebenarnya bukan kata mistis yg akan di garis bawahi dalam tulisan ini melainkan pengalaman mistis dari seseorang. Tentunya pengalaman mistis itu bervariatif ada yg merasakan atau menyaksikan langsung. Bentuk dan rasanya bagaimana hanya para pencari sejatilah yg mampu menjabarkanya.
..
Salah satu pengalaman mistis seseorang bisa di dapat dalam ibadah sholat. Sholat disisi lain sebagai ibadah ritual juga merupakan dimensi pembuka sesuatu yg gaib. Maka dari itu Jika di tanya apakah anda sudah menemukan hal gaib dalam sholat2 anda?. Jika belum terus lah anda kerjakan bukan malah menjauhinya. Hal gaib itu sulit di ungkap kata2 namun dapat di rasa dan penuh makna. Kata adalah sesuatu yg terbatas sehingga kata tak mampu mengungkapkan dimensi yg luas ini.
Kemarin aku bertemu dengan seseorang yg perkataanya tidak sebanding dengan pakaianya dan gaya hidupnya. Namun darinya aku belajar mungkin inilah yg disebut jangan melihat terlalu dalam tentang kulit lihatlah isinya. makanya tak jarang orang terjebak karena hanya melihat covernya. Mudah menjatuhkan, menyalahkan bahkan mengkafirkan.
..
Sebut saja orang itu bernama Syeikh Rambut jagung. Dia bercerita panjang lebar padaku mengenai pengalam mistik yg ia alami dalam hidupnya. Pada saat itu ia dalam keadaan koma (tak sadarkan diri) selama satu minggu karena di dera penyakit aneh. Pada saat koma itu ia melihat seperti ada valley death (lembah kematian). Jika di gambarkan tentunya sangat ngeri sekali katanya. Pokoknya pengalaman intuitif ini sulit di percaya, sehingga hanya dimensi keimanan saja yg mampu membenarkanya. Orang seperti saya berjumpa dengan pengalaman tersebut tentunya sangat membantu saya dalam bertobat kepadaNya, karena dulu saya pernah memiliki latar belakang orang yg hina dan kotor, bercumbu dengan miras dan narkoba menjadi hal yg biasa. Dari hal itulah mungkin tidak ada alasan lain selain Allah masih menyayangi saya maka, inilah yg di sebut pintu rahmat terbuka untuk bertaubat. Begitulah Ia mengungkapkan pengalamanya kepadaku. Apa lagi ketika ia bertanya kepadaku tiga hal. Yang dari ketiganya membuatku berlinang air mata, membasahi pipi.
..
Jika kita mampu mengilustrasikan hal itu mungkin rasanya ngeri, bahkan sampai bulu kuduk berdiri (merinding). Hal yg demikian sama dengan sesuatu yg ku ingat dari mahasastranya Dnte Alighieri berjudul Devinia Comedia dengan tiga sub besar yaitu Inferno, purgatorio, dan paradiso. Dimana ketiganya menceritakan pengalaman mistis seseorang mulai dari perjalanan di muka bumi, di siksa dalam api neraka sampai masuk fase paradiso (surga). Hal itu pun yg pernah di saksikan Kanjeng Nabi Muhammad saw ketika di Mi'raj kan oleh Allah Swt. Pada saat itu nabi Muhammad melihat banyak orang yg di siksa di neraka sesuai dengan amal ibadahnya ketika di dunia. Lalu kini apa yg akan kita lakukan ketika suatu saat kita mendapati pengalaman mistis itu. Mistis tak harus menyeramkan, pungkas Syeikh rambut jagung.
..
Ohh..iya aku hampir lupa tak menuliskan tiga pertanyaan syeikh rambut jagung di atas. Jadi begini pertanyàanya, Siapa dirimu? dan apa tujuanmu hidup di dunia? lalu berapa lamakah hidup mu untuk orang tuamu?. Dari tiga pertanyaan itu aku hanya diam membisu, seribu bahasa pun tak ada satupun yg keluar dri bibirku, lidah ku langsung kelu. Karena aku hanya berfikir sederhana sampai detik ini aku belum berupaya apa2 untuk kedua orang tuaku. Padahal mereka dengan setia menunggu senyumku di rumah. Aku juga berfikir jika aku absurd dlm tujuan hidup ini berarti aku adalah manusia yg sia-sia. Fikirlah dan carilah kembali makna hidup mu, pesan syeikh rambut jagung dan ia pun pergi meninggalkan ku di malam yg hening.
Al-fatihah...
Selamat merenung..
#Salam Budaya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde