Kiai & Politik
..
Oleh Woko Utoro
..
Kemarin selepas pengajian kitab kiai saya memberi pesan pada para santrinya agar mendukung salah satu pasangan bakal calon gubernur jawa timur. Hal tersebut berdasarkan instruksi bersama para kiai sepuh sewaktu berkumpul bersama di salah satu pondok kenamaan di wilayah kediri. Namun pak kiai tetap membebaskan para santri yg utamanya sudah berKTP untuk memilih sesuai dengan hati nuraninya. Walaupun saya bukan orang jawatimur saya hanya mengangguk saja "iya".
..
Sebenarnya fenomena kiai dapat menentukan garis politiknya bukan sebuah fenomena baru dalam kancah percaturan politik di Indonesia melainkan sudah sejak lama. Bahkan usaha yg di berikan para kiai demi memajukan negara seperti tiada harganya di mata birokrasi maka, jalan satu2 adalah masuk keranah politik. Dalam buku "Perselingkuhan kiai dan kekuasaan" karya Dr Endang Turmudi mengatakan bahwa sebenarnya ketika peran kiai masuk dan memerankan permainan di kancah politik itu adalah sesuatu hal yang wajar akan tetapi semakin kesini peran kiai semakin tidak proporsional. Kiai menjadi hilang kharismanya karena terlalu sibuk melirik permainan politik yg notabene menggunakan 1000 jurus itu. Sehingga penilaian masyarakat terhadapnya menjadi kumpulan dari stigma negatif. Hanya memanfaatkan otoritasnya sebagai alat menampung suara. Namun semua itu juga tidak bisa di generalisir dan di telan mentah2, sebagai upaya penilaian melainkan sebagai metode cara pandang lain terhadap sebuah fenomena. Tapi disisi lain peran kiai telah berjasa besar bagi perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu buktinya adalah kiai yg ikut andil dalam perumusan dasar negara yg bersifat fundamen. Tak jarang pula peran kiai dan pesantren menjadi tujuan dari para tokoh yg akan maju menuju kursi kekuasaan mungkin, hanya sekedar meminta restu atau bahkan citra politik. Dalam dunia politik apapun bisa terjadi layaknya pada permainan sepak bola. Kawan bisa jadi lawan.
..
Saya yakin bahwa para kiai pastinya memiliki pendapat khusus mengenai hal ini. Namun jika kita melihat dengan seksama kiai khowas yg biasanya berada di desa lebih cenderung tidak mau ikut campur masalah politik, biasanya kiai di desa lebih concern membina moral dan keilmuan santrinya. Berbeda dengan kiai intelektual yg kadang tidak jarang pula menerima pinangan parpol demi memenuhi hajatnya. Disinilah beban moril para kiai dalam suguhan wacana ke dpan. Kiai yg fenomenal dlm kancah politik hingga kini mngkin baru KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
..
Saya cuma berfikir sederhana bahwa untuk ukuran PEMIRA di kampus saja sangat ramai dan memanas rasa politiknya apalagi, jika berfikir merebutkan RI-1, pastinya penuh dengan drama dan strategi. Kata al-Farabi (filsuf Islam, 870-950 M) beliau mengatakan bahwa politik adalah seni mengatur masyarakat guna mencapai kebahagiaan hal itu senada dengan apa yg di katakan Aristoteles. Tentunya kebahagiaan itu tercerminkan dalam harmoni sosial dan ketentraman batin yg harum mewangi. Sehingga orang yg menciumnya akan berdecak kagum. Karena dalam tatanan sosial bernegara berlandaskan asas kerja dan usaha. Negara ini bukan tercipta atas asas kun-fayakun melainkan saling bekerja sama.
"Jika bangsa indonesia berada pada kecenderungan indiviualistik dan materialistik maka, berpolitiklah dari pada hanya apatis dan berdiam diri" anonim.
#Salam budaya
Komentar
Posting Komentar