Langsung ke konten utama

Kado untuk Hari Santri
..
Oleh Woko Utoro

Tak terasa kini tiba saatnya hari santri lagi. Tentunya tanda tanya seribu bahasa. Apakah santri itu yg selalu membawa kitab kuning, yg ada di pesantren atau apalah itu. Sebenarnya menjawab masalah ini para tokoh sering sekali menjabarkan makna santri sesungguhnya. Diantaranya berarti, kata santri berasal dari bahasa Sansekerta, yakni : Sastri yang memiliki arti “melek huruf” dan mereka yg selalu mengikuti kemana langkah gurunya (Canthrik), atau mereka yg selalu menjadi murid dan bersemangat dalam mencari ilmu. Dan tentunya banyak pengertian yg lainya.
Supaya tak di anggap sebagai santri musiman yg hanya sekedar mengucapkan selamat dan meng upload foto, makanya saya mencoba membuat tulisan usang ini dengan harapan ada santri atau yg ingin menjadi seorang santri dapat membacanya.
..
Tantangan dalam menghadapi zaman ke depan bagi seorang santri sangat berat apalagi zaman modern adalah zaman yg menekankan dan menakutkan. Jika kita mengatakan "keraslah kita terhadap dunia maka, dunia akan lunak padamu" maka kita akan di katakan tak jauh beda dengan para kaum feodal dan kapitalis yg menguras isi dunia tanpa kompromi. Jika kita berkata "akhirat tujuan utama dan dunia hanya tipuan semata" dan kita hanya mencari hanya urusan akhirat saja pasti kita akan di katakan ahlu sufi liberal. Lalu apa yg akan kita lakukan jika sudah begitu.
..
Santri di hadapkan dengan sebuah hal yg dimana jika ia tak kuasai maka akan ketinggalan dan jika ia kuasai betul2 akan berdampak pula pada hal2 yg negatif. Disisi lain santri adalah subjek yg terus berbenturan dengan kelas2 istilah modern dan salaf. Justru dengan adanya hal itu kita dapat menganalisis santri kedepanya.
..
Salah satu kemampuan yg harus di miliki santri adalah kemampuan menulis. Jika santri dulu mampu mengarang karya berupa kitab maka santri sekarang harus pula meninggalkan tanda jejak berupa karya. Atau paling minimal yaitu menjadi seorang santri yg berakhlak mulia. Sehingga pantas saja banyak orang yg mengatakan "saya, sampai kapanpun akan tetap menjadi santri". sebenarnya dari pernyataan itu sah-sah saja karena memang menjadi santri adalah menjadi murid atau menginginkan menjadi golongan yg mu'tabaroh salah satu buktinya adalah "santri adalah generaai penerus akhlak kiai, kiai meniru akhlak rasul dari para ulama/mushonifin, ulama pewaris para nabi, nabi di bimbing melalui malaikat jibril dan jibril dari Allah Swt". Menjadi santri yg mengabdikan dirinya buat masyarakat walaupun ilmunya sedikit tapi barokah itu yg utama.
..
mBah Nun dalam buku The Wisdom, maiyah nusantara mengatakan "sedemikian rendahnya orang modern sehingga untuk berbuat baik saja perlu motivasi". Seiring pesan mbah Nun itu maka para santri harus menjadikan tujuan hidup yg berupa motivasi itu hanya untuk Allah semata. Jika mengambil dan meminjam istilahnya pak Bambang Wiwoho yaitu hidup dengan BSM hidup bersih, sederhana dan mengabdi. Maka dari itu tidak ada kata lain bagi seorang santri selain mengabdikan diri pada agama, negara, masyarakat dan Allah semata. Semoga perjalanan para santri di ridhoi oleh Allah swt.
Selamat hari santri 22 Oktober 2017.
Selamat merenung...
#Salam Budaya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde