Langsung ke konten utama

Ta'mir Mentality
..
Oleh Woko Utoro

"undzur ma qola wala tandzur mann qola" Jangan lihat siapa yg berkata tapi lihatlah apa yg di kata, sekalipun anak kecil jika ia berkata baik maka ambilah sebagai pelajaran, begitulah kiranya pesan yg terkandung dalam maqola tersebut. Jika kita dapat berfikir demikian tentunya kita juga akan berfikir tentang siapa saja bisa menjadi guru (pelajaran) yg baik bagi kita, sekalipun ia di pandang rendah menurut orang lain. Dalam al Hujurat ayat :11 Allah menyatakan bahwa "Hai orang2 yg beriman janganlah kaum laki2 dan perempuan saling mengolok2 yg lain, boleh jadi yg di olok2 itu lebih baik dari mereka.." 
Dan disinilah pentingnya "iqra" yg sebenar2nya. Saling memberi pesan dan saling mengingatkanlah kamu sesungguhnya manusia adalah "mahallul khoto wann nisyan".
..
Dalam sebuah ceramah mungkin kita sering mendengar ilustrasi yg di sampaikan (gambarkan) para pendakwah (ustad/kyai) mengenai bagaimana cara mencerna sifat sabar, sifat nrimo dan sifat baik yg lainya yg dpt di terima mudah oleh masyarakat awwam. Sehingga ilustrasi yg mengandung pengajaran tersebut dapat menjadi muru'ah (kepribadian yg baik) dalam kehidupan sehari2.
Salah satu ilustrasi nyata yg ada dalam kehidupan ini adalah yg menurut saya harus masuk kedalam sebuah mental diri ini, utamanya di zaman kacau seperti ini. Mental tersebut ada pada sosok seorang ta'mir masjid, walaupun tak sedikit ta'mir masjid yg bersikap garang, utamanya pada anak2 kecil.
Menurut saya ketika kita dapat menyibak kepribadian seorang ta'mir maka yg akan kita dapatkan adalah sebuah hikmah yg luhur yg sehingga kita dapat belajar darinya.
Selain seorang yg selalu bekerja sebagi tukang bersih2 di masjid ia juga pasti akan mengingkatkan kepada kebaikan sejati, mengingatkan kita untuk menegakan wadah dari setiap amal ibadah, akan mengingatkan kpd kita arti penting dari sholat. Dengan pasti akan mengingatkan melalui panggilan illahi yg tepat waktu. Adzan dan memukul bedug begitulah ia lakukan.
Ia juga merupakan sosok yg lengkap seperti halnya ia bisa menjadi seorang petugas parkir, yg mana ia akan bersikap sabar dan nrimo bahwa selama yg ia jaga dan rapihkan selama ini adalah kendaraan titipan. Maka amanah itu sama hal nya dengan amanah kehidupan yg ia jalani saat ini. Besyukurlah, begitulah pesanya.
..
Ia juga akan menjadi pelayan bagi setiap kebutuhan para jamaah, termasuk merapihkan tempat shalat dan pengadaan alat sholat. Iya memiliki prinsip mann khudama khudima, siapa yg mengabdi maka akan di abdi. Sesekali sang ta'mir akan memberikan ilmunya kepada anak2 kecil yg belajar di masjid, walaupun penuh dengan keterbatasan. Kesederhanaanya bisa menjadi teladan, apalagi ta'mir yg di ambil dari orang2 perantauan. Mereka benar2 hanya mengabdi untuk kemakmuran masjid. Salah satu pemuda yg di rindu surga adalah pemuda yg hatinya selalu terpaut di masjid. Kadang di kala kesendirianyapun ia sempatkan untuk membaca.
..
Saya yakin jika sebagian orang tersadar bahwa salah satu mental yg harus ada pada diri ini yaitu mental ta'mir, dimana mental ini menitik beratkan pada berjuang, berdakwah, kebermanfaatan hidup dimanapun, kejujuran, sikap menerima dan tentunya sederhana. Salah satu sikap tersebut tentunya dimiliki para nabi, sehingga jika kita mengambil ibrah di dalamnya maka kita termasuk kepada warasatul anbiya. Rasanya tidak ada istilah bekerja dengan harus di perintah terlebih dahulu, malah justru ia akan peka dan sadar tersendiri bahwa itu adalah bagian dari khuluqin adhim. Semoga saya dan anda bisa berbuat demikian.
..
Inti dari semuanya adalah tebarlah manfaat ke muka bumi sehingga yg di langitpun akan menyayangimu. Begitulah pesan langit untuk kita yg di bumi. Seandainyapun hati kita di langit akan tetapi bahasa dan tingkah laku kita masih akan tetap di bumi yg dapat menegakan dan memberi pesan damai kepada seluruh alam layaknya baginda agung nabi Muhammad saw yg rahmatan lil alamin.
"Jika berbuat manfaat tidak mampu diam lebih baik dari pada berbuat kerusakan". Hiduplah dengan sederhana dan mengabdi.
#Salam Budaya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde