Langsung ke konten utama

Basa Ngapak III
..
Oleh Woko Utoro

Indramayu adalah kota yg di lalui jalur laut, pantai utara. Di antara pantai yg terkenal yaitu pantai eretan, karangsong, tirtamaya dan pulau biawak. Indramayu sendiri merupakan kabupaten dengan wilayah yg luas hingga terdiri dari 33 kecamatan dan 315 desa dan kelurahan. Kota ini telah menjadi rumah yg nyaman bagiku hidup hingga kini. Kota yg memiliki nilai historis yg tinggi. Namun sayang orang hanya mengenal kota ini dengan sebutan kota mangga dan tau sejarahnya hanya dari sinetron yg beberapa waktu lalu di tayangan di salah satu channel TV swasta.
..
Indramayu adalah salah satu daerah yg masuk dalam daerah dengan penggunaan bahasa jawa dialek jawa kulonan (ngapak). Jika kita flashback sejarah yg berkembang, padahal Raden Arya Wilalodra sebagai pendiri daerah ini ia berasal dari daerah Bagelen (Purworejo Jawa Tengah) yg notabene menggunakan bahasa jawa wetanan. Di tambah lagi dalam salah satu riwayat mengatakan bahwa Raden Arya Wilalodra adalah salah satu utusan dari kerajaan Mataram yg dimana kerajaan mataram dlm keseharianya menggunakan bahasa priyagung (krama inggil). Lalu bagaimana selama hampir 5 abad ini bahasa yg di gunakan adalah bahasa ngapak, walaupun ada sebagian menggunakan bahasa krama namun tetap dengan dialek akhiran "A". Contohnya rumah dlm bahasa krama Indramayu di baca griya bukan griyo. Ada hal lainya yg perlu di ketahui bahwa Indramayu secara wilayah terbagi atas dua zona, zona barat dan zona timur. Zona barat lebih cenderung kepada masyarakat berkesenian, ada kilang minyak Balongan dan tentunya pantai, masyarakat pesisir. Berbeda dengan zona barat yg kecenderunganya kepada pertanian (utamanya padi) dan bahasa yg gado2 (ada sunda, betawi dan bahasa ngapak itu sendiri).
..
Jika kabupaten Garut memiliki pak Ahmad Yanuana Samantho (penulis buku Garut Kota Illuminati), tentunya Indramayu juga memiliki pak Supali Kasim (penulis buku Budaya Dermayu:nilai-nilai historis, estetis dan transendental) dan tentunya masih banyak juga orang yg belum mengetahui siapa beliau. Kita patut beri apresiasi kepada mereka yg mau menggali nilai2 daerahnya agar dapat di pelajari oleh masyarakat luas. Karena sejatinya adanya negara pastinya ada sesudah berdirinya daerah2 kecil yg menopangnya. Karena daerah tempat kita tinggal dapat di pastikan usianya lebih tua di banding dengan sebuah negara.
..
Jika boleh beropini tentunya saya menyarankan kepada masyarakat utamanya elemen akademisi dan pemerintahan agar terus mengupayakan untuk menggali nilai2 sejarah Indramayu yg masih tersembunyi ini. Kita tahu Mesir lahir dari peradaban sungai Nil, India (daratan Hindukhus) besar karena peradaban Sungai Gangga (bahkan di ilustrasikan dlm kartun Little Khrishna di Prindavan), Cina juga terlahir dari peradaban sungai Yangtze, di Indonesia pun ada yaitu peradaban sungai Musi, dan Bengawan solo. Di Indramayu pun berasal dari peradaban sungai, yaitu sungai Cimanuk. Lalu mengapa perbedaanya begitu mencolok. Disinilah yg saya maksud agar terus di upayakan penggalian nilai2 historis agar generasi penerus mengetahui sejarah yg sesungguhnya. Karena sejarah adalah salah satu jenis harga diri yg harus di pertahankan dan tak boleh ternodai.
..
Perlu di ketahui juga bahwa di usia yg ke 490 tahun ini seharusnya pemerintah kabupaten Indramayu harus lebih berperan aktif lagi dalam mensosialisasikan, melestarikan dan mengembangkan budayanya, salah satunya adalah bahasa ngapak yg khas ini. Apalagi di sekolah2 sekarang sudah tidak di berlakukan kembali mempelajari bahasa jawa. Tidak hanya jawa krama, lebih lagi jawa ngapak semua sudah tak masuk kurikulum. Disisi lain di wilayah Indramayu sendiri masuk kedalam rumpun daerah yg terhimpun dalam CIAYUMAJAKUNING (Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan) yg juga berdekatan dengan kabupaten Sumedang yg dalam keseharianya menggunakan bahasa Sunda.
..
Sebenarnya dalam penggunaan bahasa ngapak itu sendiri bukan bermaksud untuk membanggakan diri, melainkan berupaya untuk merawat warisan tradisi leluhur agar tak hilang tergerus zaman.
#Salam Budaya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde