Hijrahlah..
..
Oleh Woko Utoro
Pergantian tahun sudah berlalu, kini sudah kembali lagi di start awal tanggal 1 lagi. Lalu apa yg akan kita lakukan? apakah akan meniup angin yg bersuara seperti kentut itu lagi, trus menghitungnya 321, atau akan membakar uang yg rela di tukar dengan cahaya kerlip yg hilang beberapa detik saja. Atau seperti apa kelanjutnya, mungkinkah ada hal yg lebih bermakna dari pada hal itu. Yg lebih penting dari pada itu adalah perbaikan diri, begitulah kiranya. Buatlah rangkaian pertanyaan dalam lembaran kertas putih yg harus kita jawab baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok yg hidup di masyarakat. Apakah jiwa ini sudah baik atau belum? apakah raga ini sudah bermanfaat apa belum?
..
Bicara soal mengaca diri tentunya banyak sekali contoh orang2 yg merubah hidupnya dengan lebih mengedepankan esensi daripada kulitnya. Hal itu menandakan bahwa hidup seperti sebuah tipuan belaka (sawang sinawang). Kita tahu Pangeran Sidharta sebelum menjadi Budha ghautama ia rela meninggalkan tahta dari warisan ayahnya Raja Sudhodhana. Menurutnya dengan hidup suci, ia dapat menikmati hidup dengan menghargainya. Perubahan sekecil apapun dalam hidup adalah penghargaan terbesar dari pada terjebak dari hari kemarin yg tak ada ubahnya.
..
Ibrahim bin adham juga sama, ia adalah seorang sufi besar yg hidup wara dan zuhud dan ia rela meninggalkan tahta raja dan istananya yang megah. Ia meninggalkan segala kemewahan duniawi. Ia pergi menuju Syam untuk mencari rezeki yang halal dengan tangannya sendiri. Menurutnya jika kita terus mengikuti nafsu dunia tentunya tak akan pernah ada ujungnya, dan hal itu adalah sifat dasar manusia yg harus di kendalikan.
..
Di jawa juga ada kisah Sunan Kalijaga meninggalkan tahta sbg anak dari tumenggung/bupati Tuban VIII Raden Tumenggung Haryo Wilotikto. Raden Mas Syahid menginginkan hidup yg dapat bermanfaat untuk masyarakat. Dan akhirnya ia bertemu dengan sosok yg istumewa yg membimbingnya menuju pengalaman ruhani dan spiritual, ia adalah Sunan Bonang. Tentunya harapan2 boleh ada namun proses dari mencapai harapan itulah yg utama. Artinya menjadi manusia yg bermanfaat. Dan paling minimal yaitu jangan terjebak dalam bingkai lubang yg sama.
..
Prosesi transisi di tiap tahun harusnya menjadikan diri sebagai pijakan karena sesungguhnya orang lain adalah cermin atau tempat menilai diri sendiri. Jika seseorang sudah keseringan menilai bahwa diri ini baik, tentunya hal itu tidak tepat. Justru dengan adanya orang lain kita dapat mawas diri dan sejatinya diri ini di penuhi dengan banyak sekali kekurangnya. Jika kita menerka kembali orang besar di atas telah mengajarkan bahwa hidup itu harus di maknai dengan perubahan yg hakiki, perubahan yg membawa dampak postif bagi diri sendiri dan orang lain.
Darinyalah kita dapat belajar menghargai waktu untuk terus membenahi diri, bercerminlah dan banyaklah bercermin. Kata Ebiet g Ade hanya cambuk kecil agar kita sadar, adalah DIA diatas segalanya. Pesan Nabi Muhammad SAW adalah sebaik2 umat adalah yg lebih baik (perbuatanya) dari hari kemarin.
#Salam Budaya
Komentar
Posting Komentar