Langsung ke konten utama
Meramu Acara
..
Oleh Woko Utoro
Kamis hingga minggu kemarin menjadi pengalaman tersibuk dalam rangkaian hari-hariku. Seperti tiada henti, bagai musik dunia yg selalu mengalun merdu. Mungkin inilah yg di sebut pembagian diri pada tempatnya. Orang sunda bilang "nungkulan" artinya menghadiri walaupun hanya sejenak. Begitu pula orang jawa yg sangat menghormati sebuah acara atau undangan walaupun datang tidak begitu lama. Disinilah arti penting dari sebuah kehadiran.
..
Acara kemarin sangat padat dan berbarengan seperti di lapangan utama di gelarnya gebyar akbar festival band, di aula utama ngaji budaya dan pensi, di lapangan timur KMD Pramuka beserta api unggunya, di lantai 1 gedung AM ada acara purnawiyata pranoto adicoro, dan di lantai 2 gedung SZ berlangsung pula acara SEMNAS terapi sufistik. Banyak sekali setelah itu di susul acara seminar koprasi dan Ajang Potensi Matematika.
..
Walaupun hanya beberapa yg aku ikuti dari sekian banyak acara yg berbarengan itu setidaknya aku dapat belajar bahwa dari sebuah acara, kita dapat meramunya menjadi nilai kehidupan yg bermakna. Seperti halnya ada sebuah acara yg sangat glamour sehingga semuanya seperti terbuat dari bahan baku kemoderenan zaman. Anak sekarang sering menyebutnya hits atau zaman now. Namun dalam analisis ilmu tasawuf acara yg seperti itu adalah sebuah acara yg mengedepankan eksistensi dan kecenderungan narsistik. Sehingga tasawuf memperingatkanya dengan hiduplah yg sederhana namun mengabdi, bermanfaat bg orang lain bukan untuk satu golongan saja.
..
Dalam mengolah acara dari pembukaan hingga penutupan seolah2 nampak mudah dalam analisis pandangan sederhana namun, kenyataanya hal itu amat susah apalagi jika kebuntuan menghadang seperti, waktu molor karena pemateri belum hadir, tamu undangan hadir lebih dulu, alat sound mendadak ngadat, faktor alam dan belum terstrukturnya jadwal dan lain sebagainya. Dari hal semacam itulah kita bisa menilai bahwa meramu acara sama dengan seni memanage waktu, susunan acara dan tujuan acara. Sie acara di tuntut untuk menghasilkan acara yg estetika dan tentunya sukses.
..
Yang menarik dalam sebuah rangkaian acara yaitu kebersamaan ketika guyub rukun, gotong royong dalam menata panggung dan acaranya. Apalagi setelah acara selesai dan sukses. Di tambah bernyanyi bersama dan makan bersama, rasanya dapat menghilangkan penat di dada.
Sie acara sebagai sebuah acuan lancar atau tidaknya sebuah acara maka disinilah arti pentingnya sebuah ikatan koordinasi antar masing2 sie bidang sehingga istilah miskom bisa di tekan.
..
Dari sebuah acara kita dapat melihat pribadi seseorang, emosional, kesabaran, rasa was2, bahagia, juara dan masih banyak lagi rasa2 batin yg ada pada diri. Semuanya mengandung pelajaran. Maka dari itu keberhasilan sebuah acara bukan di lihat dari siapa yg di undang atau seberapa besar acara itu, tapi keberhasilanya terletak pada proses dan kebersamaanya. Acara sukses tapi anggota langsung bubar lalu, untuk apa semua rangkaian acara itu selain untuk di nikmati. Pepatah mengatakan "Nikmati prosesnya dan nikmatilah hasil akhirnya". Proses yg baik akan menyampaikan hasil yg baik pula. Inilah dia yg namanya seni....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde