Langsung ke konten utama

Jejak Syeikh Irfan
..
Oleh Woko Utoro

Suatu hari sang anak gembala mencari ada apakah gerangan sehingga banyak sekali orang2 yg berkerumunan seperti ada hal yg harus di selesaikan. Hiruk pikuk tersebut seperti peribahasa "ada gula ada semut" dimana ada hal yg nampak manis maka di situlah terdapat keramaian seperti halnya teori keramaian dimana ada hiburan (stimulus) maka disitu pasti banyak para pedagang (respon).
..
Dengan polos sang anak gembala bertanya pada salah satu orang yg berkerumun tersebut, "mas sebenarnya ada apa ini ramai2"? Lalu salah seorang tersebut menjawab,"oh ini mas ada syeikh irfan yg terkenal itu". "Oh baik mas terimakasih infonya". Dengan berjalan gontai sang anak masih penasaran siapakah syeikh irfan itu. Ada keistimewaan apa sehingga orang merebutkannya. apakah karomahnya , kebijaksanaanya, ilmunya atau ada hal lainya.? penuh misteri dan tanda tanya. Ia pun terus mencari jawaban itu. Sambil memperbanyak sholawat iapun pergi menuju tujuanya.
..
Singkatnya tiba saat malam menghampiri. Malamnya itu ia bermimpi mendapat pengetahuan intuitif dan ia berkesempatan bertemu dengan syeikh irfan tanpa harus bersusah payah berjubel2 dengan banyak orang. Ia langsung menyalami sang syeikh dan berkata "ya syeikh sebenarnya apa ke istimewaan engkau sehingga banyak orang yg rela merebutkan mu hanya demi, mungkin bersalaman dan sebagainya. Syeikh Irfan hanya tersenyum dan memejamkan mata. Sang anak gembala semakin bingung lalu ia mengucapakan salam kepada Kanjeng Nabi Muhammad allahumma sholiala sayyidina wanabiana wa mawlana muhammad saw. Setelah itu sang syeikh terperanjat dan berkata "nak sebenarnya aku tiada keistimewaan apapun kecuali aku adalah bagian dari manivestasi yg allah berikan kepadaku berupa nikmat. aku adalah apa yg telah Allah janjikan buat hambanya yg sholeh atau paling minimal adalah niatnya. innama a'malu binniyat. begitulah nak". Lalu bagaimana aku akan mengerti mengenai hal itu syeikh? tanya anak gembala. Dengan bijak sang syeikh manjawab jika demikian baiklah nak akan ku jawab. " Aku sebenarnya memiliki dua saudara mereka bernama burhan dan bayan. Burhan adalah saudaraku yg sangat pintar sekali bermain dengan logika. Sampai2 aristoteles dan kawan2 menggunakanya sebagai pisau bedah analisis demi mencari pengetahuan dunia ini. Sedangkan saudaraku bayan adalah seorang yg mampu membaca teks dengan baik, pemahamanya terhadap pengetahuan teks tidak diragukan sehingga orang2 sulit menggugatnya.
Sedangkan aku. Hidup ku seperti ini bagaikan sebuah alat komunikasi sehingga penting tidak penting hal tersebut merupakan kebutuhan zaman sekarang. Kadang aku sendiri tidak paham apa yg sebenarnya orang inginkan terhadapku? aku sangat sadar bahwa aku adalah bagian dari upaya memuluskan kepentingan mereka guna mencapai tujuanya. Aku hanya seorang yg tak berdaya, aku juga tidak bisa berbuat apa2 ketika banyak orang yg memintaku untuk bertingkah seperti ini dan itu. Intinya aku adalah kunci sebuah roda agar berjalan. Termasuk akan kemana tujuanku setelah ini.
Dengan bingung sang anak gembala berpikir "aku tidak paham maksud syeikh irfan ini apa"?. Lalau syeikh irfan pun pergi sambil meninggalkan sebuah pesan "suatu hari nanti kau akan tau sendiri apa yg aku maksud tadi".
..
4 tahun kemudian. Sekarang aku tersadar bagaimana istimewanya syeikh irfan itu. Dia adalah orang yg kasf, penerima ilham, sehingga pemaknaan hidupnya lebih filosofis ketimbang dua saudaranya. Hanya orang2 pilihan saja yg mampu mendapatkan hal istimewa seperti beliau. Sehingga orang2 biasa dengan penuh kecurangan sukar mendapatkan apa yg syeikh irfan dapatkan. Maka pantas saja jika beliau menjadi rebutan orang.
Pesan beliau adalah tetaplah belajar dengan gigih. Tak usahlah membawa kepentingan yg dapat memecah belah semuanya. Pencarian jati diri melalui belajar dan bersua guru lebih asyik ketimbang kau buru aku dalam kerangka berpikirmu. Syeikh irfan menegaskan kembali bahwa "kau adalah apa yg kau pikirkan saat ini, sekarang dan masa depan". Bermanfaatlah bagi banyak orang nak...
Sang anak gembalapun makin merenungi...hidupnya.
#Salam Budaya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde