Langsung ke konten utama
Belajar masak
..
*Oleh Bang Woks
Plato mengatakan "yg memalukan itu bukan ketidaktahuan melainkan ketidakmauan untuk belajar". Salah satu pembelajaran dalam hidup adalah belajar masak.
..
Masak adalah salah satu kegiatan literasi yang mengesankan dan menyenangkan. Apalagi bagi mereka yg baru belajar masak huuu...pasti sangat menghayati sekali. Bayangkan saja betapa asyiknya ketika memasang gas elpiji, membolak-balikan ikan goreng, memberikan garam yg kadang kebanyakan (suka di katain pula keasinen mau nikah tuuhh), meracik bumbu dari setiap olahan, mengulek bahan-bahan, mencicipi sayur atau bahkan cuma sekedar masak air. Jika boleh aku memberi pandangan hal semacam itu dinamakan seni meracik bhineka tunggal ika dalam kuliner. Semakin kita mampu menakar setiap bahan yg ada maka bisa menghasilkan masakan yg melezatkan atau bahkan formula yg melegenda (bisa jadi warisan turun temurun).
..
Kata orang masak selalu di identikan dengan wanita padahal sekarang zamanya chef itu pria, apalagi pria macho seperi chef juna yg jadi idola setiap ibu-ibu muda. Menjadi juru masak itu juga berkaitan dengan bias gender artinya, soal masak itu bisa siapa saja tanpa melihat jenis kelamin. Bahkan keterampilan masak harus di kuasasi pria jika suatu saat menjadi kepala keluarga, pasti akan bermanfaat. Apalagi ketika sang istri sedang sakit jadi, momen saling melengkapi akan terjalin di situ.
..
Ebiet g Ade mengatakan dalam syairnya "Istriku harus cantik lincah dan gesik, ia juga harus cerdik dan pintar". Sebenarnya tujuan dari syair itu sederhana bahwa wanita bukan melulu soal 3M (masak, macak, manak) tapi berpendidikan yg tinggi. Maka layaknya menjadi seseorang yg akan jadi panutan, mereka harus memiliki pengetahuan yg unggul agar anak dan keturunanya terwarisi sifat baiknya. Agar seorang wanita tidak menjadi objek penindasan. Justru wanita layak berkarya setara dengan pria.
..
Dari hal memasakpun kita dapat pelajaran berharga bahwa hidup itu terkadang harus menghayati dan menciptakan strategi. Seperti halnya kesabaran yg akan terus menjadi bumbu kehidupan. Jangan pernah malu jika sampai hari ini kita masih jadi pembelajar. Bahkan sesungguhnya kita harus jadi pembelajar. Belajar itu sepanjang zaman.
Walaupun kata orang memasak itu hal yg biasa tapi ternyata memasak itu perlu adanya perjuangan. Bagaimana rasa dapat memikat keadaan supaya siapa saja dapat betah menikmati aroma hidup dalam masakan dan cita rasa. Kita ingat iklan. "karena hidup banyak rasa...masakan harus yg istimewa. hehe
..
Berbahagialah bagi anda yg pintar memasak, berbahagialah anda yg mampu meracik rasa menjadi makna sehingga suatu saat orang-orang di sekitar anda akan berkata "rindu masakanya, rasanya pengen pulang terus, aromanya itu lhoo ngangenin...dan sebagainya".
..
#Salam budaya
#Wokolicious

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde