Langsung ke konten utama
Merawat Generasi Masa Depan
..
Di Indonesia, Hari Anak Nasional diperingati setiap 23 Juli sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1984 tanggal 19 Juli 1984. Maka dari itu sebagai sikap apresiatif saya menuliskan tulisan sederhana ini, khusus bagi saya dan umumnya bagi anak-anak indonesia.
..
Untuk membedakan mana anak mana remaja dan dewasa, dalam buku psikologi perkembangan (Dra Wiji Hidayati, 2008) anak-anak itu usia 2-6 tahun dan masa anak-anak akhir usia 7-11 tahun.
Menurut John Locke (dalam Gunarsa, 1986) anak adalah pribadi yang masih bersih (tabularasa) dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan. Augustinus (dalam Suryabrata, 1987), yang dipandang sebagai peletak dasar permulaan psikologi anak, mengatakan bahwa anak tidaklah sama dengan orang dewasa, anak mempunyai kecenderungan untuk menyimpang dari hukum dan ketertiban yang disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengertian terhadap realita kehidupan, anak-anak lebih mudah belajar dengan contoh-contoh yang diterimanya dari aturan-aturan yang bersifat memaksa.
..
Maka wajar saja jika perilaku anak-anak cenderung kearah yang serba unik dan bisa membuat siapa saja naik pitan (main pisau, main boneka, masak-masakan, lari-lari, mainan tradisional (sekarang di ganti gadget), bahkan sering pula menangis karena bertengkar atau terjatuh). Pastinya anda merasakan hal semacam itu. Walau begitu tetap saja ada pepatah "banyak anak, banyak rezeki". Dalam hal ini saya akui "iya" ketika mereka sukses dan jadi kebanggan. Sukses itu tidak usah menunggu dewasa. Ketika anak-anak berhias dengan akhlak yg baik, itu juga kategori sukses.
..
Yang saya ketahui anak itu ada dua, pertama anak psikologis yaitu, kita sebagai anak yg di lahirkan dari kedua orang tua, utamanya ibu. Kedua, anak ideologis yaitu, kita sebagai anak didik di pesantren sekolah, madrasah, kuliah dan dimana saja yg tentunya melibatkan seorang guru. Yang jelas tidak ada istilah anak haram, yang ada perbuatan haram. hehe. Menjadi anak-anak itu mengasyikan, apalagi anak kecil, yg mereka tahu ialah bermain dan gembira.hehe
..
Semoga kenangan menjadi anak-anak tidak hilang dalam memori kita. Perlu di ingat bahwa anak-anak adalah generasi penerus perjuangan para orang tua. Maka rawatlah anak-anak dengan baik, selagi merega dalam masa golden age, karena anak adalah titipan tuhan yg paling indah. Dalam hadits, dari ibnu Abbas ra. Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda "akrabilah anak-anakmu dan didiklah mereka dengan adab yg baik (HR. Ath Thabrani).
..
Picasso mengatakan "semua anak lahir sebagai orang yg luar biasa" Maka saya mengucapkan selamat hari anak nasional bagi seluruh anak-anak indonesia dan seluruh orang yang pernah menjadi anak (apakah ada lahir langsung tua? hehe) dan sampai kapanpun kita adalah anak dari orang tua kita.
#Salam budaya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde