Langsung ke konten utama
Perjalanan Menghilangkan Kegundahan Batin.
..
Bang Woks
Ketika seseorang mengalami kegundahan dalam batin tentunya, ada saja cara untuk mengobatinya. Manusia selalu berfikir dinamis dan memikirkan bagaimana ia mencari rasa nyaman, di tengah badai masalah yg menerpa. Termasuk diriku. Masalah batin termasuk dalam dimensi ruhani atau rasa. Masalah itu tidak terlihat mata namun terasa dalam sanubari. Jadi sulit mencari obatnya, selain orang itu sendiri yg menciptakanya.
..
Siang itu (jumat, 8-9-17) aku pergi menyusuri arah yg tak tau akan kemana arah itu akan ku tuju. Bersama sepeda perak ku, aku melaju dengan derasnya seperti, dalam aliran air yg menggemaskan tangan untuk meraupnya. Ku kayuh sepeda itu mengikuti arah sepanjang jalan. Dalam selayang pandang di setiap ruas jalan itu, aku melihat begitu arifnya para perajin batu bata, genting dan serabut kelapa. Seolah mereka menikmati keadaan dlm hodup ini tanpa protes. Pelajaran ini meninggalkanku ke arah yg tak tau kemana.
..
Hingga tujuan tak berarahku itu melewati rute Masjid Agung Wajaklor Boyolangu, lewat desa Tanggung, Pucung kidul, Sanggrahan, candi dadi, tak lupa aku singgah di Masjid Baiturrahman wajak kidul untuk shalat jum'at. Setelah itu perjalanan berlanjut ke arah desa Junjung, podorejo sumber gempol, Hingga ke area makam Partowijoyo makam Ngadirogo. Tak lupa pula aku mampir untuk menikmati semangkuk jenang granul yg segar di pinggir jalan.
..
Yang paling asyik ketika aku menyempatkan naik ke atas ketinggian tepatnya ke gunung budheg. Disanalah aku mendapatkan pengajaran alamiyah ala ayat-ayat kauniyah berupa tasbih dari goyang-goyang pohon memuji asmaNya. Ada rasa pedih dan lelahnya ketika naik ke atas, dari masing-masing pijakan setiap batu namun, rasa pedih itu tak akan bisa menggantikan ketika posisi kita sakit hati atau tersakiti. Perjalanan menuju ke atas sama halnya dengan sebuah ilustrasi perjuangan dimana hidup harus berjuang, dari bawah tentunya.
Alam telah mengajarkan kesederhanaanya maka, melestarikanya adalah kewajiban kita manusia yg masih sadar akan manfaat yg di berikanya. Bukan berfikir hari ini melainkan untuk esok yang akan datang.
..
Bagi orang lain tulisan ini pastinya tak berarti akan tetapi, bagiku mengabadikan setiap momen dengan sebuah tulisan adalah hal terindah dan memiliki ekspresi tersendiri. Karena hidup banyak rasa, pengalaman bisa cerahkan harimu. Aku yakin kita punya cara tersendiri dalam menuai kebermaknaan hidup. Lukiskanlah cita cita sejak dini di kanvas kehidupan. So, jika anda mengalami seperti apa yg aku alami mungkin, bisa saja ikuti cara saya itu. Ingat Alam indonesia itu indah. Semoga Sukses..
..
#Salam budaya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde