Langsung ke konten utama
Catatan kecil dari Halaqoh Kebangsaan
..
Bang Woks
12 agustus malam menjadi momen yg di tunggu-tunggu setiap jamaah khususnya warga Nahdliyin karena pada malam itu akan di hadiri tamu agung ketua PBNU Prof Dr KH Said Aqil Siraj, MA. Bertempat di PonPes MIA Moyoketen Tulungagung.
Tak ketinggalan sayapun ambil bagian dalam acara ini. Acara ini salah satu tujuanya yaitu terus mensosialisasikan arti dari kebhinekaan dan menjadi Islam yg rahmatan lil alamin.
..
Seperti biasanya ketika saya sampai di tkp, saya di sambut orang-orang bertubuh kekar yg tergabung dalam BANSER dan alunan nada-nada rindu rasul dari RIJALUL ANSOR. Tak lupa pula para penyambut tamu dan team paduan suara dari IPNU dan IPPNU menghangatkan suana. Apalagi para Fatayat dan Muslimat yg ayu-ayu mewarnai halaqoh ini. Tak lupa pula para tamu undangan Gus Bagus Ahmadi, Gus Reza Lirboyo, Ir Alfa Isnaeni, KH sofyan, KH Abd Hakim Musthofa, dan turut hadir pula perwakilan dari PBNU pusat.
..
Sungguh di sayangkan beliau tidak hadir dalam halaqoh kebangsaan itu, sama halnya di Loceret Nganjuk beliau juga tidak hadir di karenakan sedang sakit di Banjarmasin.
Walau demikian semangat para jamaah tidak luntur walau tidak hadirnya beliau. Memang pada saat itu, jamàah masih menyisakan kursi yg kosong karena memang pada saat bersamaan jamaah terbagi ke dalam beberapa acara ada yg di perayaan 17 agustusan dan ada juga yg di alun2 untuk sholawatan bersama Al-Mughits. Hingga akhirnya perwakilan dari PBNU yg bicara panjang lebar mengenai NU dan bangsa. Menurutnya bahwa NU sendiri sebagai kalangan Islam sedang mengalami perang ideologi yg sangat mengkhawatirkan terutama radikalisme. Karena paham itu sekarang bukan lagi soal isyu tapi sudah jadi nyata. Maka dari itu sejak dini terkhusus anak muda harus segera di bentengi dengan kajian ilmu pengetahuan yg dalam. Namun sangat di sayangkan dalam upaya peningkatan mutu eeh malah di berlakukannya full day school sehingga berakibat fatal pada instansi bernama madrasah. Dari FDS tersebut secara tidak langsung telah membunuh secara perlahan karakter keagaamaan yg di ajarkan di madrasah diniyah.
..
Waktu semakin malam namun jamaah masih setia menunggu siapa yg akan menjadi badal (pengganti) Kiai Said yg tidak rawuh akhirnya, setelah lama menunggu ternyata yg menggantikan Kiai Said yaitu KH Marzuki mustamar dari Malang.
..
Namanya juga bicara kebangsaanya pastinya isinya perihal bangsa semua. Saya mencatat intinya saja yg di sampaikan Yai Marzuki bahwa, eksistensi menjadi bangsa yg utuh lebih penting dari pada kita harus mempertahankan 7 kata pada piagam jakarta. Di tengah2 serbuan orang2 yg menginginkan Indonesia berideologi khilafah NU yg di pelopori KH As'ad Syamsul Arifin dan KH Ahmad Sidik bahwa Pancasila adalah dasar negara yg bersifat final, tidak bisa di ganggu gugat. Para ulama mempertimbangkan hal itu bukan melulu soal Islam yg ada di jawa melainkan berfikir tentang Islam yg di luar jawa juga, yg tentunya mereka perlu penguatan. Inilah bentuk tabayyunya para ulama kiai, orang2 ma'rifat, bukan orang biasa, sedangkan kita hanya orang awwam. Maka sejatinya orang awwam bisa apa selain manut orang yg mengetahui dlm hal ini para ulama kiai. Kalo sudah bicara pancasila silahkan renungkan bahwa semuanya ada dalam ritualitas Tahlilan hehe.
Masih banyak hal yg ingin sy tuliskan tapi karena keterbatasan maka sampai disini saja lah.
..
Harapan terbesar bagi Indonesia terutama di usia 72 tahun ini, semoga para generasi muda mau menjaga NKRI yg rumahnya itu haruss di rawat sampai kiamah. Kita muslim Indonesia yg tinggal di Indonesia bukan muslim yg kebetulan di Indonesia maka, wajiblah kita sebagai tuan rumah menjaganya. Begitulah Gusmus mengatakan.
#Salam budaya
#Wokolicious

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde