Langsung ke konten utama
Hidup Kembali
..
Bang Woks
"Sekian lama aku menunggu untuk kedatanganmu...datanglah. Kedatangamu ku tunggu". Begitulah syair lagu yg di senandungkan Bang Haji Rhoma, yg pas sekali dengan keadaan jurusanku saat ini. Sudah sekian lama menunggu momen seperti sekarang ini akhirnya terwujud juga akan tetapi, selangkah agak terlambat. hehe. Tapi tak mengapa, yg penting semuanya belum berakhir. Pasti akan ada orang yg ikhlas meneruskan perjuangan tegaknya ilmu pengetahuan ini.
..
Mungkin inilah saatnya bangkit dari keterpurukan yg ada, dari desas desus epistemologis, sindiran stereotip akademis, dari virus stagnansi, dan lain sebagainya. Dengan semangat futuwwah ketua jurusan baru, semangat pemuda tentunya menjadi angin segar bagi semua komponen dalam memajukan jurusan ini. Sekarang PR kita bersama, apakah kita sebagai kumpulan gerbong mampu mengikuti kepala kereta api yg super cepat ini??. Atau kita hanya sebagai angan2 belaka, atau bahkan kita seperti pemesan tiket akan tetapi sejatinya tiket itu tidak ada.
..
Ketika dulu kami memiliki keresahan akademik dan kami bingung apa yg akan kami lakukan? sekarang semua proses keraguan itu mulai hangus, satu persatu luntur dan sedikit-demi sedikit mulai terjawab dimana posisi kita sesungguhnya.
Jika dulu teman2 merasa bahwa jurusan TP ini di ambang kematian mungkin iya tapi, itu dulu. Kini saatnya refresh dan move on, kita tata ulang tentunya dengan spare part yg mumpuni. Juga tak lupa pelumas semangat terus di gelorakan, agar kendaraan melaju dengan lesatan yg akurat. Aku mendengar pepatah bahwa "Tujuan yg salah itu bukan ketika busur panah melesat dan meleset tapi, ketika busur panah yg tidak memiliki arah tujuan". Itulah yg salah.
..
Mengambil semangat dari nama buletin "AL FANA" bahwa jurusan ini hadir bukan dari perkara yg kecil justru berawal dari perkara yg besar yg menyangkut kehidupan manusia dan tentunya para pendiri jurusan ini bukan orang-orang sembarangan. Justru mereka orang yg ekspert di bidangnya. AL FANA sendiri berarti melebur, menghilang atau ketiadaan akan tetapi kita ambil semangatnya menjadi "ketiadaan kita sebenarnya keberadaan kita sesungguhnya" karena dalam maqomat sufi sendiri setelah melewati maqom fana maka akan berlanjut ke maqom baqa. Begitulah cara kita memotivasi diri. Tentunya memiliki harapan minimal selangkah lebih maju. Believe or not.
..
Ketika Jalaluddin Rumi mengatakan, "Aku mati sebagai mineral dan menjelma sebagai tumbuhan, aku mati sebagai tumbuhan dan lahir kembali sebagai binatang. Aku mati sebagai binatang dan kini manusia".
Kita juga mengatakan, "Aku hidup sebagai manusia, dan akupun belum mati. Jika aku mati sebagai fosilpun tentunya, fosil yg harum mewangi. Semangat terus JTV (Jurusan Tasawuf & Psikoterapi).
#Save_KTP
Siapa kita..?? ......KTP.
#Salam budaya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde