Langsung ke konten utama

Selalu Belajar dari Orang Lain

Selalu Belajar dari Orang Lain
..
Belajar atau dalam kata lain menuntut ilmu pantas saja baginda Nabi memerintahkan sampai liang lahat. Belajar itu tidak melulu harus di bangku sekolah. Karena menurut Ki Hajar Dewantoro sendiri mengatakan bahwa belajar itu ada 3 macam.
1.Formal, yaitu berada pada bangku sekolah, yg semua peraturan dan kurikulum semuanya sudah di atur dalam bulir2 perundang-undangan.
2.Informal, yaitu di dalam keluarga, utamanya ayah dan ibu. Karena fungsinya sebagai Madrasatul Ula.
3.Non formal, di lingkungan sekitar, seperti ormas, dkm, karang taruna, perkumpulan dll.
Jika hal itu kita lakukan, dapat di pastikan kita ingin selalu belajar, ya minimal belajar menata NIAT. Niat yg baik itu sangat di perlukan dalam pintu gerbang amal. hehe
..
Terkadang orang salah tanggap bahwa belajar itu jika sudah punya anak ya sudah yg berkewajiban adalah anaknya. Nah inilah salah satu yg harus di beri wawasan bahwa belajar terus berlangsung selagi hayyat masih di kandung badan.
..
Makanya belajar itu harus dengan orang lain, utamanya guru. Jikapun kita belajar dengan diri sendiri, dan kita mampu mengenali diri sendiri arhhhkk..rasanya tidak mungkin jika tidak ada yg membimbing dan mengarahkan. Nabi Muhammad saja di bimbing oleh malaikat jibril, lhaa apalagi kita hanya orang awam. Mestinya juga teruss belajar, apapun itu asal bermanfaat bagi diri dan orang lain.
..
Bagi orang yg biasa membuat lontong pastinya sangat mudah sekali, tinggal bentuk daun lorong persegi panjang lalu isi beras dan tutup menggunakan tusuk gigi atau sapu lidi. Terlintas sihh gampang...Nahh bagi yg baru belajar...wuhhh susahnya minta ampun. hehe. Maka dari itu walaupun hal yg sepele dan sederhana, jika kita belum BISA dan kita MAU BISA, maka belajarlah dengan orang lain. Sesungguhnya orang lain adalah CERMIN bagi diri kita. Ingin menilai diri sendiri, TANYALAH ORANG LAIN.
..
Belajarlah dengan siapapun termasuk belajar dari alam (ayat kauniyah), karena hanya orang-orang yang mau belajarlah, mereka orang yg rendah di hadapan ILMU dan TUHANYA.
#Salam budaya
#Wokolicious

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde