Langsung ke konten utama
*Pelajaran dari Pasar Senggol*
..
Pastinya sudah banyak yang tahu tentang pasar yang satu ini dan pastinya sudah banyak yang mendokumentasikan tentang keunikan pasar ini. Yang saya ketahui situs yg telah mendokumentaaikanya seperti; bloggertulungagung, siwisangnusantara, BPP Kedungwaru, sekarjalanjalan, id.foursquare, kompasiana bahkan net tv juga ada. Saya sih hanya menambahkan saja, yg kebetulan saya dapatkan ketika berkunjung kesana.
..
Sejarah pasar senggol dari yg saya baca dari salah satu literatur yaitu berawal dari seseorang yg berjualan sompil (salah satu makanan khas Tulungagung) di perempatan jalan. Hingga pas CFD (Car free day) ada segerombolan anak muda yg membeli sompil di pedagang itu. Karena pedafanya hanya satu sehingga membuat para pembeli itu menunggu sampai rebutan dan saling SENGGOL-senggolan. Maka kebanyakan orang menamai pasar itu dengan nama pasar senggol.hehe unik ya..
..
Barang kali anda mau mampir monggo. Pasar Senggol terletak di Desa Bangoan Kecamatan Kedungwaru Kabupaten Tulungagung Lokasinya Lembaga Pemasyarakatan ( LP ) Tulungagung arah ke timur ± 2 Km atau TMP Rejoagung masuk ke timur.
..
Di pasar senggol banyak sekali menjual makanan khas Tulungagung di antaranya : Sate dan Gule Kambing, Nasi Lodho Tulungagung, Sredek, Kemplang, Emping Melinjo, Kerupuk Gadung, Soto Ayam Kampung Tulungagung, Nasi pecel Tulungagung, Sompil, Lopis, Cenil, dll. Tentunya dengan harga yg pas di kantong. Alhamdulillah juga kemarin saya bisa menikmati lopis, cenil dan gethuknya...huuu delicious.
..
Selain makanan ada hal lain yang saya dapatkan di pasar ini yaitu pelajaran dari seorang ibu penjual lopis. Berawal dari pertanyaan klasik "ndaleme pundi?" hingga merambah ke arah pendidikan. Kata beliau "walaupun anda orang jauh, akan tetapi semangat untuk terus belajar terus di pupuk agar kita dapat menempuh apa yg di cita-citakan. Walau demikian sang ibu memiliki kegelisahan yaitu sekitar kampungnya banyak sarjana yg malah menjadi petani, peternak dan pedagang, lalu apalah arti pendidikan tinggi?. Tapi beliau mengatakan bahwa dengan berpendidikan itu adalah salah satu kunci pembuka kesuksesan. Kita berharap bahwa dengan ilmu kita dapat mengangkat derajat orang lain. Biarlah orang tua kita bodoh tapi anaknya harus pintar, begitu ungkap beliau. Di tambah petuah kehidupan yg beliau bagi kepada saya yaitu hidup itu yg penting sabar, ikhlas dan melakukan apa yg telah di gariskan tuhan. Insyaallah dengan kita ikhlas dan niatkan segala sesuatu kepada Allah dan diniatkan ibadah, maka hal itu akan bernilai ibadah. Menurut saya ungkapan itu merupakan ungkapan final seorang hamba kepada Tuhanya, "seng penting mas, saman kui katah dungo lan usahane, insyallah tinemu dalane".
Beliau juga menawarkan jika suatu saat kamu bingung cari kerja (yowees bakulan ae ten pasar senggol) hehe.
Saking asyiknya berbincang saya sampai lupa tidak menanyakan nama beliau. haha
..
Jika boleh sedikit komentar tentang pasar senggol:"seharusnya pasar ini segera berbenah lagi, jadi tidak hanya dapat juara 5 provinsi Jawatimur, tapi bisa nasional. Pasar ini tetap di pertahankan kekhasanya, keunikanya, keculturanya dan tentunya keaslianya. Ingat bahwa jepang walaupun sudah di landa mederenitas akan tetapi tetap mempertahankan budayanya. Nah jika pasar senggol terus berbenah lagi, bukan tidak mungkin suatu saat pasar ini bisa menjadi destinasi wisata dunia"hehe
..
Mohon maaf tulisan sederhana ini tidak bermaksud menggurui apalagi mendoseni, tulisan ini tidak lebih dari sebuah luapan batin (emosional) saya dengan segala apa yang saya dapatkan di pagi itu, di pasar senggol.hehe Salam Literasi
#Salam budaya
#Wokolicious

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde