Langsung ke konten utama
Catatan spesial ke Probolinggo
..
Pada 8 agustus 2017 kemarin kami para rombongan bertolak menuju kabupaten probolinggo. Salah satu kabupaten yg ada di jawa timur dengan bahasa yg khas seperti madura. Kami berjumlah 11 orang dengan mengendarai mobil panther berangkat pukul 17:00 sore dengan suasana yg berdesakan namun ceria. Tujuan kami kesana yaitu silaturrahim dan menjalin persaudaraan. Kebetulan saudara kami satu jurusan (Tasawuf & Psikoterapi) berasal dari sana, mereka adalah mba Vira dan mba Safiatun. Salam sejahtera untuk kita semua.
..
Sesempit pengetahuan saya, probolinggo itu orang jawa namun berbahasa madura. Probolinggo sendiri penjabaran singkatnya seperti ini, Probo dalam bahasa Sanskerta berarti sinar, sedang Lingga berarti tanda, dalam hal ini tanda perdamaian. Dapat juga diartikan : asli atau sederhana (seperti perwujudan seluruh lambang yang sederhana). Dengan semboyanya yaitu: Tri Karsa Bina Praja.
Dulu pada tahun 1770 nama probolinggo itu namanya Banger lalu oleh Tumenggung Djojonegoro (Kanjeng Djimat) di ganti menjadi probolinggo. Hingga beliau wafat dan dimakamkan di pasarean belakang Masjid Jami’.
..
Dengan suasana malam yg khas mobil melaju dengan cepatnya di iringi semilir angin dan canda tawa khas para komedian, bagitulah teman kami anwar isbani son dengan defa si kumis menghibur suasana, hingga tak terasa kami sampai di tkp. Kami sampai di Dusun Karangren kecamatan Krejengan kab probolinggo, tempatnya mba vira. Kami sampai sekitar pukul 12 malam, sekitar 8 jam lama perjalanan.
Malam jamuan makanan (termasuk makanan khas yaitu kroto (sejenis remukan rengginang)) menyelimuti dan menyapa kami hingga pagi hari. Huuu...pagi hari makanan bak raja di keraton..semua tersedia untuk para tamu sehingga membuat kami bingung. haha.
Siang kami juga beranjak menuju rumah nenek mba vira yg penuh keramahan. Apalagi kucing putihnya yg membuat saya geli lucu dan hangat.
Setelah selesai bertamu kamipun berpindah ke paiton ke kediamanya mba safiatun. Sepanjang perjalananya kami di suguhi pandangan berupa hijau ranau pohon tembakau yg berjejer rapi. Sehingga mata kami bercuci terus, segar dan mengasyikan.
Selesai di sana kami berkesempatan menikmati deburan ombak pantai Duta dengan perahu klotok yg gratis buat pengunjung. Tak lupa pula kita berkesempatan berburu ubur ubur. Dan berselfie ria. hehe
..
Ada yg unik ketika kami disana salah satunya, banyak pesantren dan instansi keagamaan yg memiliki nama Hasan seperti di TPQ Nurul Hasan karang ren krejengan probolinggo. Katanya mereka menggunakan nama hasan karena ta'dhim dan tabarukan kepada waliyullah KH Zainul Hasan Genggong.
..
Hal yg unik yg saya temui selama berada di 3 kecamatan itu ialah seperti;
1.rumah disana bagus bagus
2.orangnya ramah
3.pengajian di mulai subuh hari
4. anak kecil semangat ngaji
5.memberlakukan tamu secara istimewa
6.Di doakan sehat panjang umur dan naik haji.
7. banyak pesantren dimana mana
8.bahasanya lucu bagi kami
Sebenarnya masih banyak hal hal yg unik, akan tetapi saya tidak menuliskannya. Tujuanya agar semua orang untuk mengunjunginya sendiri kesana. Ingat ketika kesana jangan lupa belajar dulu bahasa problinggo/madura. hehe supaya gak kebingungan. Amazing.
..
Ketika pulang kami singgah di gramedia malang untuk berburu buku. Hingga malam dan sampai pulang lelah dan mengesankan mewarnai perjalanan kami.
Tidak ada kata selain ucapan syukur dan terimakasih.
Semoga pertemanan ini langgeng ila yaumil qiyamah.
#Salam budaya
#Wokolicious

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde