Langsung ke konten utama
Ibu Pertiwi
..
Bang Woks
Sejauh mata memandang, sepanjang perjalanan menempuh pendidikan sejak zaman SD sampai kuliah, kita sering di ajak mendengar istilah kata ibu pertiwi. "Mari kita berjuang demi pertiwi" begitulah salah satu kalimat ajakan yg sering kita temui dlm pelajaran bahasa Indonesia. Lalu dari hal itu sering timbul pertanyaan apakah ibu pertiwi itu ada, atau hanya sebuah simbol.
Jika pun ada, mengapa ibu pertiwi selalu di simbolkan lemah dan bersedih, hal itu tercermin seperti hati seorang ibu yg selalu memikirkan anaknya seperti lagu ini:
"Kulihat Ibu Pertiwi, Sedang Bersusah Hati
Air Matamu Berlinang, Mas Intanmu Terkenang
Hutan Gunung Sawah Lautan, Simpanan Kekayaan
Kini Ibu Sedang Susah, Merintih dan Berdo’a".
..
Kembali lagi apakah benar2 ada sang ibu pertiwi itu?. Atau jangan2 ibu pertiwi adalah RA Kartini, Dewi Sartika, Cut Nyak Dien atau siapa.
Menurut saya kata ibu pertiwi itu hanya majas saja bahwa ibu pertiwi itu berarti sebagai warga bangsa kita harus mengayomi seperti hal nya seorang ibu yg tak pandang bulu mengayomi siapa saja anaknya.
Menurut Marlina Bani Jayadikrama (dlm Kompasiana) Ibu Pertiwi berasal dari bahasa Sanskerta: pṛthvi atau juga pṛthivī, dewi dalam agama Hindu. pṛthvī, atau jugapṛthivī) adalah Dewi dalam agama Hindu dan juga "Ibu Bumi" (atau dalam bahasa Indonesia "Ibu Pertiwi"). Sebagai pṛthivī matā"Ibu Pertiwi" Ibu Pertiwi merupakan personifikasi nasional Indonesia, perwujudan tanah air Indonesia.
Jika demikian berarti sudah jelas bahwa bumi pertiwi adalah istilah untuk menamakan bumi Indonesia.
..
Tentang ibu pertiwi saya jadi ingat dalam fikiran saya yg agak terbuka ketika saya di ajak berfikir oleh teman saya melalu hasil karya grafis berupa banner acara PBAK beberapa bulan yg lalu. Banner itu intinya mencerminkan ibu pertiwi yg sedang menatap dunia khususnya indonesia. Ia di gambarkan wanita yg selalu muda tapi bukan remaja apalagi anak-anak. Sang ibu sedang melihat ke arah anak-anaknya yg ada pada suatu negara karena sepertinya di dalam suatu negara itu sedang banyak polemik sehingga wajah murung dan bersedih terpancar dlm gambar itu. pada gambar itu pula tercermin kebudayaan dan aspek simbol yg lainya yaitu multikultural yg tercermin dalam simbol rambut yg memiliki model corak yg berbeda-beda. Berarti pantas jika Indonesia di simbolkan negeri pertiwi yg sangat beragam macam kebudayaanya. Apalagi jika berbicara tentang ibu, tentunya ibu adalah orang sangat berjasa dlm hidup kita, jasanya tak akan pernah terbalaskan dan akan abadi sepanjang zaman.
..
Jika Ibu pertiwi merujuk pada wanita pantas saja yg di maksud disini adalah cerminan majunya suatu negara terletak pada wanitanya karena wanita adalah pondasi bangsa. Rusak negara rusak pula wanitanya. Maka berbanggalah wanita dan kita semua umunya yg masih memiliki hati nurani untuk memajukan bangsa yg tergabung dlm organisasi masyakarat atau perkumpulan2 sosial kemajuan.
..
Maksud dari kata ibu pertiwi itu sendiri tidak bermaksud mendiskreditkan peran lelaki melainkan mengajak semuanya untuk memahami arti muasal. Maksudnya ialah seseorang di ajak bahwa hidup itu harus mengerti dari mana kita berasal dan apa yg akan kita perbuat untuk sebuah asal itu. Jika kita sudah mengerti muasal maka kita akan senantiasa terhindar dari sikap ingin menang sendiri. Ingat sejarah itu penting. Lebih dari 300 tahun kita hidup berbhineka tunggal ika, jadi ingat merawat lebih baik dari pada merongrong. Maka sang ibu mengajarkan kepada kita apa itu arti memberi. Jikapun kita harus terinjak zaman, tentunya kitalah aktor yg harus membangunya kembali negeri ini.
..
Mari kita gubah syair lagu ibu pertiwi agar Indonesia terus semangat dalam membangun negeri:
"Kulihat Ibu Pertiwi, Sedang Berbahagia.
Air Matamu tak ada, Mas Intanmu kau jaga
Hutan Gunung Sawah Lautan, Simpanan Kekayaan
Kini Ibu Sedang tersenyum, Optimis dan Berdo’a"
Selamat Merenung..
..
#Salam budaya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde