Langsung ke konten utama
Memasak:Seni Meramu Kecintaan
..
Bang Woks
Aku harus mengingat-ingat, membuka memoriku yg hampir penuh ini. Kira-kira kapan terakhir aku ikut memasak di dapur membantu ibu barang kali hanya sekedar memberikan garam pada sayurnya atau bahkan ikut memotong kecil-kecil bawang dan cabai. Ahh..rasanya satu tahun yg lalu, lama juga ternyata. Rasanya rindu sekali. Rindunya seperti sayur merindukan garam.hehe
..
Sebenarnya dari satu aktivitas yg bernama memasak kita dapat pelajaran berharga dalam realitas kehidupan. Namun, sayang banyak orang yg tidak mengerti di balik misi Tuhan menciptakan ayat-ayatNya ini. Pantas saja jika Tuhan memerintahkan kepada umatnya untuk senantiasa belajar, menelaah, dan iqra, membaca dengan pikiran yg cemerlang agar dapat membaca segala macam fenomena yg ada di muka bumi ini. Salah satu fenomena itu adalah memasak.
..
Aktivitas memasak hampir tiap hari di lakukan, mulai dari mempersiapkan bahan apa saja yg akan di jadikan menu, meraciknya dan sampai menghidangkanya. Dari hal itulah manusia belajar bahwa bekal atau makanan pokok harus di persiapkan sedemikian rupa layaknya para koki menghidangkan menu yg paling spesial untuk pelangganya. Jika dalam term agama ada istilah sangu mati jadi, menu pahala apa yg akan kita bawa sampai yaumul hisab selain amal yg baik.
..
Memasak hampir mirip dengan memancing yaitu sebuah training meramu kesabaran. Dimana seseorang harus siap menunggu beberapa lama menu akan matang dan adakah bahan yg masih kurang seperti, kurang garam dan sebagainya. Apalagi jika memasak daging ayam kampung yg sudah tua ...pasti sangat lama sekali prosesnya.
..
Jika di tarik bersama judul di atas maka, memasak itu serba salah dalam hal pacaran. Bagi sebagian wanita sepakat bahwa kehidupan mereka selalu ingin di mengerti oleh pasanganya. Nah hal demikian itu sama dengan memasak. Memasak itu harus di beri bumbu yg sesuai kadarnya namun, jika berlebihan maka rasa akan berubah, jika kekurabgan apa lagi. Memasak itu jika di tunggu berlama2 di depan kompor maka akan menjenuhkan dan lama pastinya namun, jika di tinggalkan maka di khawatirkan takut gosong masakanya. Kesalahan bahan pun sama. Nah kan serba salahkan, memang begitulah wanita. Akan tetapi jika kita mampu menghormati, menghargai dan memperhatikanya maka wanita akan memberi yg terbaik untuk pasanganya.
..
Rumus paling sederhana dalam memasak kehidupan adalah dengan kesabaran dan kecintaan. Jika seseorang mampu sabar maka sampai kapanpun ia akan rela menunggu. Demi citarasa tinggi orang rela melakukan itu. Jika memasak dengan cinta dan apalagi masakan sendiri maka rasa apapun jadi. Maklum saja hasil sendiri, rasa asin yg jika kata orang pingin menikah itu semua berubah seperti citarasa hotel bintang lima.
Maka Rasul SAW berpesan pada umatnya Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ مَا عَابَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَعَامًا قَطُّ
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mencela makanan sama sekali. [HR al-Bukhâri dan Muslim].
Apapun masakanya minumnya tetep pakai air.
#Salam budaya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde