Langsung ke konten utama

Kepura-puraan

Kepura-puraan
Alhamdulillah kita jumpa lagi 1 syawal dengan wajah riang gembira. Tentunya dengan sejuta pernak-pernik harapan untuk masa depan. Termasuk dalam hal penyampaian màaf.
Kita ketahui bahwa moment lebaran ini menjadikan semua elemen dalam hidup ini seperti sedang dalam keadaan BERWUDHU dan suci. Bayangkan saja mulai dari aplikasi smartphone, tabuh beduk, ketupat sayur, sampai orang yg tak berpuasapun menyampaikan permohonan maaf.
Kata teman FILSAFAT saya hal itu adalah termasuk dalam kepura-puraan. Maklum saja semua semesta memohonkan permintaan maafnya, walaupun dalam bentuk kata-kata. Mungkin yg senang menulis, ia tuliskan dengan segenap perasaan hati. Namun kebanyakan permohonan maaf itu merasuk menjadi jiwa-jiwa syeikh COPY PASTE dan Ustadz Edit. Lalu bersua Mister Share. Seluruh Medsos bertakbir.
Saya tidak tahu soal ketulusan seseorang, akan tetapi Habbitlah yg menjadikanya tradisi di tiap tahunya. Saya juga tidak pernah menyalahkan hal itu. Sebab hati seseorang sulit di tebak. Dan memang hal itu bukan sesuatu yg salah. Karena sesungguhnya KEPURA-PURAAN TAHU lebih mulia ketimbang KEPURA-PURAAN APATIS.
Semoga ummat muslim semua di kategorikan insan yg fitri di mata Allah dan manusia.
Saya juga mau ikut larut dalam alunan kepura-puraan TULUS.
Saya atas nama pribadi yang penuh dengan ALPA, SALAH dan DOSA memohon maaf kepada seluruh manusia sejagat (jagat medsos, jagat tumbuhan, hewan, ghaib dan alam raya).
#Selamat idul fitri 1438 H
#Allah memperkenankan kita hidup dan bersua kembali di hari nan fitri kini dan nanti. Amiiinn
#Salam budaya
#Wokolicious

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde