Langsung ke konten utama
Senandung Muharram bersama Fajrul Ummah
..
Alhamdulillah rangkaian acara sholawat dan pembacaan Ratibul Haddad dalam rangka peringatan tahun baru Islam 1439 H berjalan sukses. Bertajuk "Senandung Muharram" begitulah acara ini di gagas dengan sangat sederhana dan dalam waktu yg sangat singkat. Untuk tempatnya sendiri berada di gedung UKM Lantai 3.
..
Para panitia dan relawan sholawat berkumpul dan bersiap sedia dalam melancarkan acara ini, hal tersebut tercermin sejak pagi, siang bahkan hingga lembur malam hari. Akan tetapi kami merasa memiliki keluarga. Mereka masih memiliki semangat gotong royong yg tinggi hal tersebut terbukti dengan adanya bantuan pikiran, tenaga dan materialnya. Ya lumayan walau seribu dua ribu akan tetapi bagi kami sangat membantu dan berharga sekali. Dan terbukti komsumsi mengalir sampai jauh.hehe
..
Hingga acara di mulaipun suasana segar dan khidmatpun sangat terasa apalagi di hadiri ketua DEMA FUAD mas Imam Syafi'i yg juga sekaligus memberikan sambutan bahkan sampai menyumbangkan dua tembang lagu. Disisi lain para undangan dari HMJ TP, HMJ AFI, HMJ BPI dan lainya turut hadir di tengah kesibukan mereka di sabtu pagi. Kamipun turut senang dengan hal itu. Akan tetapi sedikit di sayangkan para alumni dari FU sendiri belum bisa menyempatkan hadir. Mungkin lain waktu kita dapat jumpa bersama.
..
Mas Agus Maulana selaku ketua pelaksana dan mewakili ketua umum Fajrul Ummah Mas Yahya Rahmatullah memberikan sambutan dan terimakasih banyak atas partisipasi dan memohonkan maaf atas segala kekuranganya pada acara ini. Katanya kita harus terus belajar dari setiap peristiwa. Maklum saja kekurangan disana-sini menjadi bahan evaluasi di kemudian hari.
..
Sebelumnya pun di tampilkan beberapa lagu qasidah dan di tampilkan lagu religi dengan genre musik modern dari trio eFyou (mas Rama, mas Robby dan Fathihatul pada vocal) padahal mereka memiliki acara di luar tp mereka menyempatkan untuk hadir.
Puncak dari acara ini yaitu setelah pembacaan Ratibul Haddad usai lalu di lanjutkan dengan berdiri menghormati kanjeng Nabi dengan mahalul qiyam yg di pimpin langsung oleh al-qori M.Rizal Hassani Muqorrobin. Subhanallah tak terasa bait-bait senandung syair tersebut membuat tak terasa, tak kuasa membendung tangis dari tiap tetes air mata, berlinang di antara pipi salah satu teman. Begitu khidmat katanya.
..
Harapan kedepanya semoga semua orang khususnya anak muda tetap terus melestarikan seni Islam dan bersholawat kepada Nabi Muhammad saw terus di gelorakan. Hingga tiba saatnya orang akan mengerti arti dari sholawat yg sesungguhnya. Dimensi ritual dan spiritual.
Salam Sahabat FU....

23 September 2017/3 muharram 1439 H
#Salam budaya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde