Langsung ke konten utama

Membutuhkan Ulama Intelektual

Woks
..
Dalam papan pengumuman sangat jelas terpampang tulisan, lowongan pekerjaan, di butuhkan guru dengan kriteria bla bla bla, di butuhkan karyawan, di butuhkan tenaga, di butuhkan teknisi, membutuhkan pekerja dan lain sebagainya. Jarang sekali tertulis membutuhkan kiai, membutuhkan ulama, karena memang ulama itu bukan pekerjaan.
..
Ulama (Arab:العلماء Ulamāʾ, tunggal عالِم ʿĀlim) adalah pemuka agama atau pemimpin agama yang bertugas untuk mengayomi, membina dan membimbing umat Islam baik dalam masalah-masalah agama maupun masalah sehari-hari yang diperlukan baik dari sisi keagamaan maupun sosial kemasyarakatan. Sebenarnya para ilmuan, para peneliti juga termasuk ulama, akan tetapi ulama lebih merujuk pada bidang keagamaan.
..
Dalam KBBI intelektual berarti, cerdas, berakal, dan berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan, (yang) mempunyai kecerdasan tinggi, cendekiawan, totalitas pengertian atau kesadaran, terutama yang menyangkut pemikiran dan pemahaman. Biasanya beliau juga di kategorikan ulama sekaligus akademisi alias ulama yg menguasai ilmu keagamaan dan ilmu umum seperti zaman sekarang ini. Saya tidak mengecilkan peran ulama sepuh yg di pondok, akan tetapi tantangan zaman makin hari makin terasa berat. Saya hanya bisa mendoakan para ulama kita, tetap menjadi ulama yg senantiasa ikhlas membina umat ke jalan Allah yg terang benderang.
..
Kenapa ulama harus intelek?, sebab dengan kategori itu, ulama akan memiliki tingkatan lebih dari ulama biasa. Sebab zaman makin canggih, maka ulamanyapun harus canggih. Masalah IT, metode dakwah, literasi, strategi ekonomi, bahasa, pembangunan umat harus benar-benar di kuasai, sebab musuh Islam mengintai dimana-mana. Jika ulama tidak mempelajari hal yg demikian niscaya cahaya Islam akan stagnan, redup bagai lilin yg tinggal lelehanya saja. Kata Kiai Said mengatakan "sekarang ulama dan santri harus bersinergi menguasai IT, karena non muslim menyerang Islam lewat itu. jangan mau kalah, Islam juga harus menguasai teknologi, supaya Islam kuat di setiap lini kehidupan".
Mari kita bersama kawal para ulama kita, agar mereka terus berinovasi membangun ummat supaya tetap berpegang teguh pada tali Allah dan rasulnya hingga akhir zaman.
..
Allaahummaj 'alnii min 'ulamaa-ish-shoolikhiina 'aalimiina 'aamiliina mu'allifiina arroosikhiin(a)."
"Ya Allah, jadikanlah hambaMu ini seseorang yang termasuk ulama-ulama yang sholeh, berilmu, beramal, penulis, dan mendalam (kebijaksanaan dan pengetahuannya)." Amiin.
..
Kita haturkan juga do'a buat ulama kita yg telah mendahului kita menuju keridhoan Allah swt. Semoga beliau di kategorikan manusia yg khusnul khotimah. Alfatihah..
..
#Salam budaya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde