Langsung ke konten utama
*Catatan Majelis Dzikir part 1*
..
_Subhanallah wal hamdulillah wala ila haillah allahu akbar._
_astagfirullah robbal baroya astagfirullah minal khotoya._
_Lailahailaa anta subhanaka inni kuntum minadholimin._
_Hasbunallah wanimmal wakil ni'mal maw'la wa ni'mannasir._
..
Begitulah lantunan kalimat-kalimat dzikir dan tentunya masih banyak kalimat dzikir yg lainya. Karena dzikir sendiri berarti mengingat Allah. Terkadang kalimat syukur alhamdulillahpun di ingat hanya ketika mendapat nikmat manis saja, jika bertemu yg pahit mereka akan lupa. Disinilah hal yg di tekankan dalam metode dzikir. Ingat.
..
Beberapa waktu lalu saya mengikuti majelis dzikir yg diadakan oleh kemenag kab. Tulungagung di masjid agung Al-Munawwar. Yang saya catat dari sana yaitu penuturan menurut Kepala Kemenag Kab Tulungagung, H Nuril Huda, S, Pd.i, MH, bahwa ada mahasiswa IAIN Tulungagung yg sedang riset tentang nuansa religi di wilayah lembaga di bawah kemenag. Sebagai contoh programnya seperti ini; tiap pagi sebelum masuk kelas/kantor membaca asmaul husna, tiap senin istihotsah, setiap dzuhur setiap staff melaksanakan kultum, ada juga yg mahalul qiyam terlebih dahulu sebelum masuk kantor. Artinya apa?, bahwa nuansa religius seperti halnya majelis dzikir seperti ini harus di lestarikan, apalagi mengambil filosofi dari pakaian yg serba putih-putih yg berarti suci. Ingat suci dan bersih berbeda, jika bersih belum tentu suci tapi, suci sudah mencangkup kebersihan.
..
Pada saat itu yg di daulat sebagai penceramah yaitu KH Asykurin (jika tidak salah dengar nama). Majelis dzikir itu mengajarkan kpd kita untuk ingat Allah, segala nikmat dan tentunya selalu berhusnudzon padaNya. Baik kpd Allah dan juga baik kepada manusia.
Menurut pak Kiai dzikir itu seperti mbah google, jika kita memasukan kata kunci kurang benar atau bahkan salah pasti akan muncul kalimat *Mungkin maksud anda adalah:*. Maka yg benar yaa harus sesuai dengan tujuan kita. Begitu pula soal dzikir, maka para ulama menyusun kalimah dzikir, tahlil, istigotsah berdasarkan al-qur'an dan hadits. Contoh kita berdzikir dengan kata syaiton 1000x dan walaupun kata itu berasal dari al-quran sekalipun, tapi hal itukan artinya jelek, maka disinilah kita di perintah untuk belajar. Maka Majelis dzikir banyak sekali memberikan pelajaran bagi para jamaahnya (terkhusus yg tidak tidur hehe)
..
Ibnul Qayyim Rahimahullah dalam bukunya Al-Wabil Ash-Shayyib mengatakan,
_Sesungguhnya majelis-majelis zikir adalah majelisnya para malaikat, adapun majelis yang berbicara masalah dunia di dalamnya bukanlah majelis mereka kecuali disebutkan nama Allah Ta’ala di dalamnya._
..
Hemat saya mungkin dzikir harus di istiqomahkan. Apalagi pas hujan dingin-dingin seperti sekarang. Enaknya dzikiran setelah itu menyantap gorengan telo hangat di temani secangkir kopi dan buku motivasi. waahh ya...mantap. Apalagi cuma berdua.hehe
#Salam budaya
#Wokolicious

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde