Langsung ke konten utama
Tahun Baru Islam Sebuah Tanda Tanya???
..
Bang Woks
Sudah seribu tahun lebih Rasul baginda yg agung meninggalkan ummatnya menapaki jejak Islam yg mencerahkan. Namun suri tauladan beliau hingga kini masih tertanam pada hati para pecintanya bahkan sampai akhirul zaman. semoga
..
Dalam setiap momen tahun baru atau pergantian bulan baru pun, seseorang akan memiliki harapan2 yg baru pula. Tentunya harapan itu berharap tercapai pada tahun mendatang. Intinya dalam setiap peringatan tahun baru adalah momen hijrah, momen berubah, dari kekurangan menuju kelebihan, dari kurang baik menuju kebaikan. Manusia yg beruntung adalah mereka yg lebih baik dari hari kemarin.
..
Yg menjadi pertanyaan sekarang adalah, di tahun baru ini kita berada di posisi mana dan sebagai apa?. Untuk meninjau hal itu alangkah baiknya kita menilik sajak selamat tahun baru kawan, karya KH Mustofa Bisri (Gus Mus) begini bunyinya;
""Kawan siapakah kita ini sebenarnya?
Muslimkah, mukminin, muttaqin,
kholifah Allah, umat Muhammadkah kita?
Khoirul ummatinkah kita?
Atau kita sama saja dengan makhluk lain atau bahkan lebih rendah lagi
Hanya budak perut dan kelamin""
..
Begitulah KH Mustofa Bisri dalam sajaknya, mengajak dan mengingatkan kita bahwa hidup itu harus sering berintrospeksi diri. Jika menurut Ebiet G Ade dalam syairnya berbunyi "bercerminlah dan teruslah bercermin, hanya cambuk kecil agar kita sadar, adalah Dia di atas segalanya".
..
Menurut penulis tahun baru itu adalah tahun berhias artinya, hiasilah diri dengan cahaya illahi. Sepanjang perjalanan saat ini kebanyakan konflik yg terjadi adalah karena kebanyakan orang lupa akan spiritual dan sosial. Kosmetik hanya sekedar kulit, seharusnya hal itu di jadikan sebagai aspek ontologis (menilik hakikat) kehidupan. Orang hanya tahu bahwa berhias hny untuk rupa tapi mereka lupa bahwa jiwa juga perlu berhias. Dimensi dalam berwudhu pun sama bukan sekedar menuang air atau mengusap permukaan anggota wudhu (seperti kulit dan rambut) tapi, membersihkan hati dari penyakit dunia yg sedang menggerogoti.
..
Disisi lain menurut penulis bahwa tahun baru Islam jika di peringati tidak mesti harus sama seperti tahun baru masehi. Jika tahun baru Islam sepi-sepi saja tak apalah karena, disinilah letak perbedaan antara orang yg ingat tuhan dan mana orang yg melupakanya. Tahun baru Islam seharusnya di maknai dengan berdzikir (mengingat), introspeksi diri dan bersikap arif dan bijaksana bukan, berkonser riya.
Semoga hari demi hari kita di perkenankan Allah selalu mendapat hidayahNya, selalu di tuntun ke jalan yg Allah ridhoi, selalu tabah dalam menjalani kehidupan ini.
..
Selamat Tahun Baru Islam 1439 H
#Salam budaya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde