Langsung ke konten utama
Setara Tapi Tak Sama
..
Bang Woks
Jika bicara nasionalisme pada anak-anak mungkin mereka tidak begitu paham, karena salah satu faktonya yaitu mengandung kata isme yg sulit di fahami dan kurangnya bimbingan dari guru pendidikan kewarganegaraan. Tapi jika berbicara tentang sikap patriotisme mereka agak sidikit paham, karena dalam bangunan fikiran mereka sudah sedikit tergambar yaitu tentang sikap kepahlawanan (heroes). Salah satu faktor yg membuat mereka tahu tentang kata patriotisme yaitu melalui media lagu.
..
Lagu sendiri adalah salah satu metode pembelajaran yg paling ampuh dalam hal memori ingatan terhadap perkembangan pembelajaran anak-anak. Selain sebagai hiburan lagu juga menjadi metode hafalan yg menyenangkan dan jauh dari kesan menyeramkan. Bayangkan saja bahwa lagu anak-anak sudah tergeser zaman sekarang anak-anak lebih suka lagu-lagu orang dewasa seperti, jaran goyang, bojo ketikung, akad dan sebagainya. Ironi.
..
Jika terkait lagu saya jadi ingat dengan sebuah lagu yg kadarnya seperti sebuah syair dalam acara syarakalan atau mahalul qiyam dalam sholawatan. Lagu itu adalah lagu Indonesia raya, dimana lagu tersebut menyarankan kepada para pendengarnya untuk menyanyikan dan menghayati serta menghormati dengan cara berdiri. Dalam mahalul qiyam pun sama, para jamaah di haruskan berdiri ketika syair lagu tersebut di kumandangkan dengan tujuan utamanya adalah penghormatan agung atas datangnya Rasulullah saw dalam majelis itu. Ingatan saya tertuju pada sosok KH Maimun Zubair (Pengasuh PonPes Al-Anwar Sarang Jawa Tengah, yg juga Rais Aam PBNU), walaupun beliau terpapah berdiri dengan tongkatnya tapi beliau dengan sekuat tenaga mengusahakan tetap berdiri ketika lagu Indonesia raya berkumandang. Alasanya sederhana namun mendalam,"saya menghormati hakikat lagu itu, dimana lagu itu adalah bentuk perjuangan para pahlawan, rakyat, santri, ulama, dan rasa syukur kepada gusti Allah atas limpahan rahmat kemerdekaan".
..
Ada lagi yg serupa tapi tak sama selain masalah lagu tersebut yaitu bendera merah putih. Jika bendera merah putih berada pada posisi di bawah maka, para pramuka wajib menghukum dirinya sendiri. Karena kandungan hakikat dalam bendera itu sangat dalam sekali. Bagitulah salah satu bentuk penghormatan kepadanya. Jangan sampai ada insiden zaman ketika Ir Soekarno berkuasa, pada saat itu perdana mentri malaysia menginjak2 lambang burung garuda sehingga soekarno marah dan munculah dari insiden tersebut sebuah istilah "ganyang malaysia".
Kitab Al-Qur'an pun sama ketika kita akan membacanyaa kita di wajibkan untuk bersuci terlebih dahulu. Karena itu juga bagian dari penghormatan kepada hakikat dari kitab suci tersebut. Atau jangan sampai ada peristiwa tahkim yg ke dua setelah di siffin.
..
Dalam tulisan ini sebenarnya penulis mengajak kepada khalayak semuanya bahwa dalam menghadapi sesuatu walaupun sesuatu itu kecil dan tak bernilai, di usahakan hargailah. Seperti orang jawa mereka akan menghargai dan menghormati seluruh ciptaan Tuhan sekalipun itu benda mati. Jadi lebih mengutamakan hakikat dari pada kulit. Mengapa demikian?. Penulis merasa miris banyak dari kalangan pejabat, mereka juga sudah berumur, ketika lagu Indonesia raya berkumandang mereka hanya diam saja, acuh dan rokok an tanpa peduli apa yg sedang ia hadapi. Bendera merah putih berada di tanah pun mereka hanya diam, bahkan ada yg dengan pongahnya ikut menginjak2. Dimana rasa patriotisme mereka. Atau jangan2 mereka tak makan bangku sekolah.
Seharusnya rasa empati dan penghormatan tumbuh sejak dini. Jangan nunggu ada perintah. Lagi2 ini soal kesadaran.
Mungkin benar kata Plato bahwa "semakin tinggi jabatan kita, maka makin rendahlah penghormatan kita terhadap hakikat".
Selamat merenung..
#Salam Budaya
#Writing tresno jalaran soko kulino

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde