Langsung ke konten utama

Pernikàhan Dini

Woks
..
Sudah nikah belum???
Kapan Nikah??
Udah punya momongan niee??
Usia brapa ni skarang hehe??
Pernah di tanya seperti itu?, pasti hampir tiap hari ini. Itulah kondisi sosiologis masyarakat kita sekarang, KERJA, KULIAH, atau NIKAH (KKN).
..
Pernikahan itulah satu kata yg di sunnahkan rasulullah untuk di jalankan setiap umatnya. Pernikahan adalah sebuah pintu kehidupan yang mana dapat kita ketahui dengan bersatunya dua keluarga besar antara pria dan wanita, besan dan mertua. Pernikahan adalah pintu gerbang, wasilah dari sesuatu yang tadinya haram menjadi halal. Halal apa saja dalam rumah tangga, karena sudah di ikatnya dalam janji suci,
pernikahan.
..
Saya jadi ingat dalam sebuah artikel berjudul "nikah muda untuk menghindari dosa". Artikel tersebut menggambarkan sedikit pudarnya zaman siti nurbaya, namun makin meningkatnya pernikahan dibawah umur. Apalagi bicara di masyarakat sekitar saya berita seputar pernikahan menjadi sajian HOT NEWS tiap hari, tiap pagi, di pasar, warung, bahkan di MASJID. Lebih di perparah lagi jika kasusnya sudah sampai perceraian....wuuuhh BISIK2 TETANGGA mulai deras mengalir. Bahkan yg membuat saya sedih adalah kasus (MAAF) hamil duluan menjadi general (umum) di masyarakat. Bisa juga alasanya begini "Dari pada anake kita menteng, mending gagian di kawin aken bae" (dari pd anak sy hamil, mending segera di nikahkan saja). Masyaa Allah..
..
Dalam lagu Agnez Monica sebenarnya tertera begini.
Reff: Pernikahan Dini
Bukan cintanya yang terlarang
Hanya waktu saja belum tepat
Merasakan semua.
..Nah sebenarnya pernikahan itu boleh, namun nanti ada saatnya.
..
Kalau dilihat dari syarat diperbolehkannya menikah dalam Islam, salah satunya adalah adanya kemampuan. Kita bisa melihatnya di dalam hadis Nabi saw, “wahai para pemuda, barangsiapa diantara kalian yang telah ba’ah (mampu), maka menikahlah. Karena menikah dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Dan bagi siapa yang belum mampu, maka hendaknya dia berpuasa. Sebab berpuasa dapat mengekangnya. (HR Bukhari)
..
Menurut Nick Wolfinger (Sosiolog University of Utah AS), usia ideal menikah adalah 28-32 tahun. Akan tetapi usia itu masih banyak perdebatan dari kalangan para ahli, baik agamawan, tokoh adat, maupun kedokteran. Jika kita merujuk pada Rasulullah saw, beliau menikah dgn Sayyidah Khadijah Al-kubra pada usia 25 tahun. Sedangkan Siti Aisyah usia 9 tahun menikah dengan rasul. Tentunya bukan tanpa alasan. Hal itu perlu penelitian lebih lanjut.
Menurut UU no. 1 tahun 1974 pasal 7 ayat (1), perempuan boleh menikah ketika usia 16 tahun, akan tetapi, lagi2 masalah kategori anak-anak dan di khawatirnya terjadi gangguan pada reproduksinya. Hal itu yg menjadi pertimbangan utama.
..
Jadi sekarang gimana?? hehe..
Sudahkah siiap menikah??
Dengan apa???hehe
Saya kutip tema dalam sebuah kompetisi nulis berbunyi "Menikah di usia ideal, raih masa depan gemilang". Jika wasilah menikah dapat mendekatkan diri kepada Allah, maka menikahlah....
Wallahualam bishawwab..
#Salam budaya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde