Langsung ke konten utama
SPBP (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Penulis)
..
Bang Woks
Tulisan sederhana ini terinspirasi dari SPBU yang hampir 3 hari sekali saya kunjungi untuk mengisi bahan bakar kendaraan bermotor, entah itu premium atau pertalite.
Hal itu menjadikan saya berfikir dan timbul pertanyaan bahwa " apakah ada ya bahan bakar untuk para penulis??" jika ada seperti apa dan bagaimana?. Namun, dalam hati kecil saya, pasti ada.
..
Jika mengambil istilah dari buku The Power of Writingnya Dr Ngainun Naim, para penulis itu termasuk kategori MANUSIA LANGKA. Dari hal itulah saya bertanya kembali "lalu jika SPBU mengalami kelangkaan atau sedang naik harga BBMnya maka, masyarakat akan berbondong2 menggelar aksi, seperti spanduk tersebar dimana2 "kami menolak kenaikan BBM". Akan tetapi, jika SPBP mengalami kelangkaan masyarakat kita cenderung diam, acuh dan apatis. Mereka malah melarang anak2nya berpendidikan tinggi atau bahkan melarang untuk belajar lebih dan memang lebih baik memprioritaskan untuk bekerja. Disinilah kapitalis dan materialis hidup dengan riangnya.
..
Bahan bakarnya penulis itu diantaranya:
1.Semangat menulis
2.Belajar sungguh2
3.Tidak menunggu ide
4.Ada inspirasi ada tulisan
5.Senang berbagi dan berdiskusi
6.Meminta motivasi pd sang mentor
7.Tidak gengsi bertanya
8.Berliterasi dimanapun
9.Membaca dan menulis adalah style
10.Apresiasi dari orang lain
..
Kriteria itu saya yg merasakanya namun, jika anda memiliki kriteria yg lain tentunya hal itu menjadi poin pelengkap. hehe. Jika para penulis di luaran sana mengalami hal yg sama maka, marilah mengisi bahan bakar itu sesegera mungkin agar, terjalinya harmonisasi inspirasi yg akan di ikat dengan makna (tulisan).
..
Sifat dari BBM itu adalah energi yg tidak dapat di perbaharui (dlm biologi atau geografi) karena, bahan bakar itu berasal dari fosil purbakala. Nah, jika bahan bakar penulis harus sering di perbaharui, di asah dan di biasakan, inshaAllah dari hal kecil itulah energi tidak akan pernah surut. Illa akhirihi. Jika orang masih mau belajar dapat di pastikan ia adalah orang yg peduli mengurusi SPBP itu. hehe
..
Jika SPBU mengalami kelangkaan orang rela bayar berapapun demi kendaraan bermotornya, lalu jika SPBP mengalami hal yg sama maka, orang berani bayar berapa ya? hehe. Sungguh bukan harga yg di nilai tapi, nilai itu sendiri yg berharga. Menulis itu bukan soal bakat tapi soal keinginan yg kuat. Banyak mahasiswa yg ia sendiri tidak sadar bahwa salah satu metode memancing ilmu di kampus yaitu dengan cara membaca dan menuliskanya.
Mengutip maqola Al Imam Idris As Syafi'i "jika kau bukan anak raja atau ulama maka menulislah".
#Salam Budaya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde