Menyemai benih Kesadaran
*Oleh: Bang Woks
..
Cek kucek piring buayanya belum datang...Cek kucek piring buayanya belum datang..Sembari menjulurkan tangan seperti mencuci piring di sungai sang anak melantunkan mantra nyanyian itu sebelum kedatangan sang buaya.
..
Tenang...aman. Anda tidak usah takut itu hanya sebuah permainan. Lagu di atas adalah sebuah mantra sederhana dalam permainan darat dan laut dimana ketika kita berpura2 mencuci piring dan melantunkan lagu itu maka sang buaya akan mendekat. Jadi ketika mencuci piring kita harus sadar dan waspada akan kehadiran sang buaya, apalagi sang buaya darat (kata wanita hehe). Dimana jika kita termakan buaya maka kita kalah dan skor menjadi menang satu point bagi sang buaya.
..
Memang benar kata pepatah dulu "belajarlah walaupun dengan anak kecil" karena di setiap peristiwa pasti tersirat makna, di setiap fenomena pasti ada hikmahnya. Sebenarnya permainan darat dan laut itu mengajarkan kepada kita bahwa betapa pentingnya arti dari sebuah KESADARAN hidup. Banyak konflik di dunia ini tercipta karena ketidaksadaran manusia atau bahkan mereka sadar akan tetapi keadaanlah yg membuat wacana jadi alat kerja. Bahkan banyak yg menyalahkan atas dasar "maaf saya khilaf".hehe
..
Pantas saja dalam analisis psikoanalisa dalam ilmu psikologi yg di bangun Sigmund Freud mengatakan bahwa bangunan kesadaran manusia di ibaratkan seperti fenomena gunung es dimana bentuk yg menjulang ke atas alias pucuknya itu merupakan gambaran kesadaran kita sedangkan badan gunung yg menjorok kebawah adalah bentuk dominan dari ketidaksadaran manusia.
..
Membentuk kesadaran sejatinya tidak usah menunggu seseorang untuk tumbuh dewasa, yg benar adalah sejak dini dan di mulai dari hal-hal yg sederhana. Karena kedewasaan itu bukan di tinjau dari usia, melainkan dari pemikiranya menganalisis keadaan sekitarnya. Hal2 yg membuat sadar bisa di lihat di jepang. Anak kecil di sekolah TK jepang di ajari mencuci piring setelah makan minum (mengajarkan arti kebersihan), di ajari menanam wortel, menyiram dan memupuk tumbuhan (mengajarkan peduli lingkungan) dan sebagainya.
Bagi orang dewasa hal yg demikian merupakan sesuatu yg amat kecil dalam pandangan bahkan mereka kadang lupa bagaimana mengajari anak agar ia sadar akan siapa dirinya yg sebenarnya. Dari hal-hal yg kecil itu kitaa dapat belajar sadar diri kita ini siapa dan apa yg kita lakukan sebelum dan sesudahnya. Maka, pantas saja terkadang kesadaran itu terkekang oleh dua sahabat sejati yaitu RASA MALAS dan GENGSI.
Maka marilah bangun istana kesadaran itu di mulai sekarang, tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri dan mau berbagi manfaat untuk orang lain.
Kata bangNafi (Waspadalah...waspadalah...)
#Salam budaya
*Oleh: Bang Woks
..
Cek kucek piring buayanya belum datang...Cek kucek piring buayanya belum datang..Sembari menjulurkan tangan seperti mencuci piring di sungai sang anak melantunkan mantra nyanyian itu sebelum kedatangan sang buaya.
..
Tenang...aman. Anda tidak usah takut itu hanya sebuah permainan. Lagu di atas adalah sebuah mantra sederhana dalam permainan darat dan laut dimana ketika kita berpura2 mencuci piring dan melantunkan lagu itu maka sang buaya akan mendekat. Jadi ketika mencuci piring kita harus sadar dan waspada akan kehadiran sang buaya, apalagi sang buaya darat (kata wanita hehe). Dimana jika kita termakan buaya maka kita kalah dan skor menjadi menang satu point bagi sang buaya.
..
Memang benar kata pepatah dulu "belajarlah walaupun dengan anak kecil" karena di setiap peristiwa pasti tersirat makna, di setiap fenomena pasti ada hikmahnya. Sebenarnya permainan darat dan laut itu mengajarkan kepada kita bahwa betapa pentingnya arti dari sebuah KESADARAN hidup. Banyak konflik di dunia ini tercipta karena ketidaksadaran manusia atau bahkan mereka sadar akan tetapi keadaanlah yg membuat wacana jadi alat kerja. Bahkan banyak yg menyalahkan atas dasar "maaf saya khilaf".hehe
..
Pantas saja dalam analisis psikoanalisa dalam ilmu psikologi yg di bangun Sigmund Freud mengatakan bahwa bangunan kesadaran manusia di ibaratkan seperti fenomena gunung es dimana bentuk yg menjulang ke atas alias pucuknya itu merupakan gambaran kesadaran kita sedangkan badan gunung yg menjorok kebawah adalah bentuk dominan dari ketidaksadaran manusia.
..
Membentuk kesadaran sejatinya tidak usah menunggu seseorang untuk tumbuh dewasa, yg benar adalah sejak dini dan di mulai dari hal-hal yg sederhana. Karena kedewasaan itu bukan di tinjau dari usia, melainkan dari pemikiranya menganalisis keadaan sekitarnya. Hal2 yg membuat sadar bisa di lihat di jepang. Anak kecil di sekolah TK jepang di ajari mencuci piring setelah makan minum (mengajarkan arti kebersihan), di ajari menanam wortel, menyiram dan memupuk tumbuhan (mengajarkan peduli lingkungan) dan sebagainya.
Bagi orang dewasa hal yg demikian merupakan sesuatu yg amat kecil dalam pandangan bahkan mereka kadang lupa bagaimana mengajari anak agar ia sadar akan siapa dirinya yg sebenarnya. Dari hal-hal yg kecil itu kitaa dapat belajar sadar diri kita ini siapa dan apa yg kita lakukan sebelum dan sesudahnya. Maka, pantas saja terkadang kesadaran itu terkekang oleh dua sahabat sejati yaitu RASA MALAS dan GENGSI.
Maka marilah bangun istana kesadaran itu di mulai sekarang, tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri dan mau berbagi manfaat untuk orang lain.
Kata bangNafi (Waspadalah...waspadalah...)
#Salam budaya
Komentar
Posting Komentar