Langsung ke konten utama
Fenomena Akad
..
Bang Woks
"Bila nanti saatnya telah tiba
Kuingin kau menjadi istriku
Berjalan bersamamu dalam terik dan hujan
Berlarian kesana-kemari dan tertawa..."
Itulah sepenggal syair dengan judul akad yg di populerkan oleh payung teduh band. Sebuah lagu yg sedang hits di kalangan anak muda dan orang dewasa kini. lagu yg penuh dengan intrik, harapan dan perasaan antara dua insan yg sedang memadu kasih. Dari lagu itu kita juga dapat melihat fenomena yg terkandung di dalamnya.
..
Saya mendengar dari kebanyakan orang berkata bahwa tahun ini termasuk tahun masuk artinya, tahun dimana banyak peristiwa yg kaitanya sedang marak, ramai, seperti sedang jadi tradisi, dan bersifat ke dalam. Salah satu fenomena tahun masuk itu adalah banyak sekali yg menikah di usia muda.
..
Hal tersebut bukan sebuah alasan yg sukar di terima justru dari hal itulah zaman dapat di nilai dan dapat di analisis lebih dalam. Salah satu faktor mengapa kata akad begitu gurih bak kacang goreng dan sangat mudah ada pada pikiran kaum muda alasanya karena, bonus demografi yg terjadi di Indonesia begitu besar. Sehingga ke khawatiran tidak memiliki pasangan terus menghantui pikiran kaum muda. Padahal jumlah lebih banyak dengan apa yg di ilustrasikanya dalam pikiran.
..
Jika dalam sebuah penelitian mengungkapkan bahwa bayang2 akad dan mempercepat nikah adalah karena tiga hal. Pertama, faktor ekonomi. Faktor ini cenderung mengarahkan mindset bahwa jika hidup segera memiliki pasangan maka akan segera tercipta energi gotong-royong dalam hal kebutuhan ekonomi akan segera terpenuhi.
Kedua, faktor pendidikan rendah. Faktor ini membawa dampak pada sebuah hal yg tergambar dalam kehidupan yg akan membawanya sejahtera dan gugur akan kewajiban. Faktor kedua akan selalu beriringan dengan faktor yg ketiga, yaitu faktor desakan orang tua. Jika ekonomi lemah, pendidikan rendah maka sikap yg di ambil oleh orang tua biasanya menyuruh anaknya agar segera menikah. Padahal kebahagiaan adalah sebuah hal yg bersifat subjektif namun, seperti itulah orang tua. Sebuah anggapan bahwa menikah dini menjadikan anak selangkah bahagia dari pada mereka yg meneruskan pendidikan lanjutan.
Dari faktor itu, faktor tradisi di kampungpun ikut ambil bagian dalam membuat fenomena itu. Kita lihat saja jika ada yg menikah usia agak terlambat sedikit misal (pr 25 tahun) dan (lk 28 tahun) pasti stereotip masyarakat, desas-desus, infotainment gosip dan lainya akan mengalir deras sampai ke muara telinga kita. Huuu rasanya panas sekali.
..
Setelah menjadi pengantin akademis, sekarang banyak yg langsung menjadi pengantin realistis. Artinya dalam diam, dalam pendidikan, dan semuanya cenderung bahwa segera memiliki pasangan itu asyik. Kata salah satu mahasiswa mengatakan bahwa jika kita sudah memiliki pasangan yg sah maka kuliahpun jadi mudah. Ada tugas kerjakan bersama, katanya. Hal itulah menjadi inspirasi mahasiswa lainya untuk mengikuti jejak langkah fenomena yg berkembang saat ini.
Dan inilah fenomena yg sedang hangat di tahun-tahun sekarang entah tersebut dalam bingkai positif atau negatif semua penilaian ada pada diri anda masing2.
Sepertinya benar dalam sejarah primordial bahwa Adam pun butuh pasangan walaupun ia berada di syurga sekalipun.
..
Cinta sejati mendengar apa yang tidak dikatakan, mengerti apa yang tidak dijelaskan sebab cinta tidak datang dari bibir, lidah atau pikiran melainkan HATI.
..
#Salam budaya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde