Merawat Generasi Pecundang
..
*Oleh Bang Woks
Sampai hari ini pergumulan antara pesantren dan lembaga pendidikan formal terus berlanjut seperti tidak berkesudahan. Di tambah lagi masyarakat yg belum mengerti prospek keduanya menambah runcingnya mindset yg kurang tepat dan terus mengalir di masyarakat.
..
Seperti halnya ada seorang anak yg di anggap nakal dalam tatanan sosialnya maka, biasanya sang orang tua langsung berfikir sederhana "wahh ini anak harus di pondokkan (pesantren) agar ia tidak nakal". Dan sebaliknya "wah anak ini cerdas dan berbakat" maka orang tuanyapun langsung memasukanya ke sekolah favorit bahkan berlabel internasional.
Dalam hal ini mengapa terjadi? padahal dalam menentukan kemana arah mana anak akan di titipkan di sekolah tentunya akan mempertimbangkan dua aspek. Pertama, kemauanya dan kedua, kemauan orang tuanya (di pilihkan). Dari hal itulah menyoal memilih sekolah merupakan kebebasan seseorang tanpa harus melihat sikap dan sifat apakah seseorang itu nakal atau berpotensi. semua bebas. Dan mereka memiliki hak yg sama untuk menjadi orang sukses.
..
Ketika saya mengikuti pramuka sejak zaman sekolah dasar sampai pengamatan saya di bangku kuliah. Saya menemukan dua istilah menarik yg dari istilah ini dapat kita acu sebagai sebuah langkah motivasi hidup. Istilah itu adalah generasi pemenang atau generasi pecundang. Kedua istilah itu muncul akibat mental generasi muda yg kian hari kian memperihatinkan. Jika dulu para sesepuh kita sering mengatakan "dulu zaman mbah mu ini dan itu berani, semangat dan sebagainya" tapi lihat zaman sekarang? sudah sangat berbeda. Tujuan dari istilah itu sendiri, sebagai pemompa semangat generasi muda untuk berkarya.
..
Kita mungkin sering lupa dan sering memandang sebelah mata bahwa kita hanya mau merawat orang-orang menang saja, orang-orang baik saja, seharusnya kita juga memperhatikan mereka para pecundang agar menjadi kaum pemenang. Minimal menang dan mengalahkan mindsetnya yg keluar dari koridor kehidupan.
1.Banyak bicara, kosong (alias tanpa kerja).
2.Berbicara di belakang, (tidak berani mengemukakan pendapat).
3.Tidak mempertimbangkan aspek, historis, sosiologis, psikologis dsb dalam berfikir.
4.Individualistik.
5.Sukar menghormati orang lain.
6.Gengsian dan suka pamer.
7.Suka mengetes kepandaian orang lain.
8.Tidak mau di kritik.
9.Selalu tidak mau kalah, selalu menjawab pernyataan orang lain (tidak beretika).
10.Cari perhatian dan sok pintar.
..
Kriteria di atas jika anda cari di internet tidak akan di temukan karena, kriteria yg sifatnya tidak membangun tersebut dapat anda temukan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan kriteria itu terjadi pada diri kita sendiri. Kreteria itulah yg berkaitan dengan orang yg memiliki mental pecundang. Anda bisa simak di dalam sebuah sinetron mana pecundang mana pemenang.
..
Dalam sebuah pesan yg di sampaikan seorang guru kepada muridnya agar ia mawas diri, dan selalu introspeksi diri seperti ini pesanya "semakin banyak yang kamu baca, semakin banyak yang kamu tahu. Semakin banyak kamu tahu, akan semakin sering kamu belajar. Semakin banyak belajar akan semakin berilmu. Semakin berilmu, makin banyak relasi. Semakin banyak relasi maka akan semakin mudah bagi kita untuk sekedar mengelilingi dunia ini".
Belajar..belajar..belajar.
#Salam budaya
#Wokolicious
..
*Oleh Bang Woks
Sampai hari ini pergumulan antara pesantren dan lembaga pendidikan formal terus berlanjut seperti tidak berkesudahan. Di tambah lagi masyarakat yg belum mengerti prospek keduanya menambah runcingnya mindset yg kurang tepat dan terus mengalir di masyarakat.
..
Seperti halnya ada seorang anak yg di anggap nakal dalam tatanan sosialnya maka, biasanya sang orang tua langsung berfikir sederhana "wahh ini anak harus di pondokkan (pesantren) agar ia tidak nakal". Dan sebaliknya "wah anak ini cerdas dan berbakat" maka orang tuanyapun langsung memasukanya ke sekolah favorit bahkan berlabel internasional.
Dalam hal ini mengapa terjadi? padahal dalam menentukan kemana arah mana anak akan di titipkan di sekolah tentunya akan mempertimbangkan dua aspek. Pertama, kemauanya dan kedua, kemauan orang tuanya (di pilihkan). Dari hal itulah menyoal memilih sekolah merupakan kebebasan seseorang tanpa harus melihat sikap dan sifat apakah seseorang itu nakal atau berpotensi. semua bebas. Dan mereka memiliki hak yg sama untuk menjadi orang sukses.
..
Ketika saya mengikuti pramuka sejak zaman sekolah dasar sampai pengamatan saya di bangku kuliah. Saya menemukan dua istilah menarik yg dari istilah ini dapat kita acu sebagai sebuah langkah motivasi hidup. Istilah itu adalah generasi pemenang atau generasi pecundang. Kedua istilah itu muncul akibat mental generasi muda yg kian hari kian memperihatinkan. Jika dulu para sesepuh kita sering mengatakan "dulu zaman mbah mu ini dan itu berani, semangat dan sebagainya" tapi lihat zaman sekarang? sudah sangat berbeda. Tujuan dari istilah itu sendiri, sebagai pemompa semangat generasi muda untuk berkarya.
..
Kita mungkin sering lupa dan sering memandang sebelah mata bahwa kita hanya mau merawat orang-orang menang saja, orang-orang baik saja, seharusnya kita juga memperhatikan mereka para pecundang agar menjadi kaum pemenang. Minimal menang dan mengalahkan mindsetnya yg keluar dari koridor kehidupan.
1.Banyak bicara, kosong (alias tanpa kerja).
2.Berbicara di belakang, (tidak berani mengemukakan pendapat).
3.Tidak mempertimbangkan aspek, historis, sosiologis, psikologis dsb dalam berfikir.
4.Individualistik.
5.Sukar menghormati orang lain.
6.Gengsian dan suka pamer.
7.Suka mengetes kepandaian orang lain.
8.Tidak mau di kritik.
9.Selalu tidak mau kalah, selalu menjawab pernyataan orang lain (tidak beretika).
10.Cari perhatian dan sok pintar.
..
Kriteria di atas jika anda cari di internet tidak akan di temukan karena, kriteria yg sifatnya tidak membangun tersebut dapat anda temukan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan kriteria itu terjadi pada diri kita sendiri. Kreteria itulah yg berkaitan dengan orang yg memiliki mental pecundang. Anda bisa simak di dalam sebuah sinetron mana pecundang mana pemenang.
..
Dalam sebuah pesan yg di sampaikan seorang guru kepada muridnya agar ia mawas diri, dan selalu introspeksi diri seperti ini pesanya "semakin banyak yang kamu baca, semakin banyak yang kamu tahu. Semakin banyak kamu tahu, akan semakin sering kamu belajar. Semakin banyak belajar akan semakin berilmu. Semakin berilmu, makin banyak relasi. Semakin banyak relasi maka akan semakin mudah bagi kita untuk sekedar mengelilingi dunia ini".
Belajar..belajar..belajar.
#Salam budaya
#Wokolicious
Komentar
Posting Komentar