Langsung ke konten utama

Pentingnya Ilmu

Woks
..
Sumpah Suci
Cipt. H. Abdul Adjib
Sumpah suci kanggo tanda bukti
Tēkad isun wis abot ning jangji
Duh dingin sekolah waktu cilik
Duwē batur setia sejati
Wong tuwa kabēh ora setuju
Kang sun pilih bakal dadi mantu
Jare anakē wong buruh nutu
Aja tinemu ning anak putu
Reff:
Gedongana, koncēnana Wong mati mangsa wurunga 2X
Tēkad isun cuma siji
Bagēn dadi prawan sunti
Kēlingan waktu masih sekolah
Balikē bareng dalan sing sawah
Ndeleng sejodoh manuk ketilang
Pada mēsem bareng-bareng nyawang
..
Lagu diatas adalah lagu ciptaan sang Maestro kesenian Tarling di wilayah cirebon dan indramayu. Sang Maestro itu bernama H. Abdul Adjib. Lagu itu di kenalkan Guru kesenian saya waktu di MA Nurul Hikmah dulu yaitu panjenenganipun bapak Warjo, S.Pd.i. Beliau sering mengatakan bahwa "anak sekarang sudah kehilangan jati dirinya, terutama terkait budaya sendiri, dari segi lagu saja, mereka tidak tahu lagu daerah yg sejatinya mengandung nilai kearifan yg luhur".
..
Lagu sumpah suci di atas adalah gambaran masyarakat dulu yg ingin sekali sekolah, mereka menganggap bahwa dengan berilmu orang akan menghargai, karena sejatinya penghinaan itu berasal dari akar kebodohan. Pantas saja KEMENDIKBUD mengagas tujuan besar bagi bangsa Indonesia yaitu "memutus mata rantai kebodohan & kemiskinan"
..
Pada lagu itu menceritakan seorang gadis yg terus di hantui pernikahan dini, padahal ia sangat menikmati masa sekolah, dan masa inilah sekarang yg sedang trend. Apalagi perjodohan itu melibatkan orang kaya, ehhhmm apa boleh buat sang orang tua menyerahkan anak gadisnya untuk segera menikah.
..
Orang dulu dan bahkan zaman sekarangpun masih ada, memiliki pemikiran bahwa ketika anaknya bertemu orang kaya, maka langsung saja di nikahkan, alasanya sederhana, dapat di pastikan anaknya BAHAGIA dengan anak orang kaya itu. Padahal belum tentu.
..
Sang anak dengan terpaksa menuruti keinginan orang tuanya itu. Apa boleh buat, kini ia sudah memiliki anak dan memiliki cerita suka dan duka. Ia selalu mengingat2 betapa manis dan indahnya ketika masa sekolah dulu. Bahkan ramai cerita cinta masa sekolah, seperti dua sejoli buru kutilang.hehe.
..
Dalam reffnya memberi pesan pada kita semua bahwa, "ketika kita berdiam dalam gedung sekalipun semua terkunci dalam dan luar, tetap saja kita tidak bisa menghindar dari kematian (izrail tak bisa si tolak). Maka, kata sang gadis "biarpun saya menjadi gadis yg meninggal sebelum bersuami (prawan sunti), saya akan tetap meraih cita-cita saya meraih ilmu pengetahuan". Mirip sekali ya dgn RA. Kartini ( Door Duisternis Tot Licht, habis gelap terbitlah terang).
..
Jika suatu hari nanti anda di pertemukan dengan kesempatan mencari ilmu, maka saya sarankan gak usah mikir panjang segera penuhi kesempatan itu karena fikiran kita BUKAN SEKARANG tapi MASA DEPAN
..
Cintai budaya sendiri, MARI NYANYIKAN LAGU ITU BERSAMA2.hehe
#Salam budaya
#Wokolicious

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde