Langsung ke konten utama
Malam Kemuliaan Anak Yatim*
..
Bang Woks
Sore hari ketika saya mendengar ada acara peringatan 10 muharram dan santunan anak yatim saya langsung bergegas mempersiapkan diri untuk hadir di majelis itu, dengan harapan dapat ilmu baru yg saya peroleh, barokah majelis serta do'a anak yatim.
Genderang tabuh dari alat musik terbang dan senandung sholawat bergema di masjid Al-Huda Tanjungsari kec. Boyolangu mengajak masyarakat sholawat dan ngaji bersama, alhamdulillah dengan teman, saya dapat hadir di dalam majelis itu.
..
Ketika acara di mulai rasa adem, tentram dan damai terasa sedikit-demi sedikit menyeruak bersama sepoi angin berkumandang, di tambah lagi sambutan panitia dan jamaah lain yg ramah lagi menghangatkan. Dengan ucapan bismillah dan kalimat salam " ya sayyidi ya rasulallah" acarapun di mulai. Kara sang penata acara di mohon kepada seluruh jamaah untuk menghadirkan salam ta'dhim yg seagung-agungnya serta menata hati dengan suguhan yg terbaik untuk Allah dan Rasulullah di majelis ini.
..
Acara dari awal sampai dengan mauidhotul hasanah penuh dengan ungkapan sastra sehingga siapa saja yg mendengarnya merasa tenang dan sejuk hatinya, tapi apakah hal itu berlaku untuk mbah-mbah yg sudah sepuh. hehe
Ketika prosesi penyambutan untuk acara santunan anak yatim disanalah salah satu prosesi yg memuliakan, dimana anak yatim di iringi musik terbangan yg berjejer rapi ala tentara yg mengantarkan sampai podium. Hingga lagu ya nabi salam di lantunkan, pada saat itu juga orang-orang memberikan santunanya, tak terasa dan tak kuasa, air mata mengucur berlinang di pipi. Anak-anak itu masih sangat kecil dan mereka masih sangat dini harus kehilangan kasih saya orang tua. Apalagi ketika penampilan puisi yg di bacakan anak-anak TPQ.
..
Acara ini juga menghadirkan Al-Ustadz Badrun Nasyihin, S.Ag MA (beliau seorang ustadz plus polisi dari Ponorogo) sebagai pengisi siraman rohaninya.
Setiap tahun, setiap 10 muharram adalah bulan kebahagiaan bagi anak-anak yatim yg tentunya bukan hanya di maknai satu hari saja melainkan di tiap hari. Salah satu simbol memuliakan anak yatim adalah dengan mengusap kepalanya yg berarti mengasihi. Menurut pak ustadz yg di ambil dari kitab Tanbihul Ghofilin karya Abu Laits as Samarqondi 10 muharram adalah hari raya anak yatim, maka pada hari itu muliakanlah mereka.
..
Alhamdulillah di majelis itu penuh dengan ilmu sehingga saya dapat mencatat beberapa point di antaranya. Bahwa pada yaumul hisab nanti ada 4 perkara yg akan di hisab terlebih dahulu oleh Allah selain sholat yaitu perkara umurnya, badan, harta dan ilmunya.
Sudah di pergunakan untuk apa umur kita sampai hari ini?. Badan kita yg selalu di beri kesehatan apakah masih di gunakan berbuat baik dan di syukuri atau di buat kejalan yg mengumbar nafsu?. Harta yg kita peroleh apakah di dapat dari sesuatu yg jelas atau subhat?. Serta Ilmu yg kita dapatkan sampai hari ini menjadikan ilmu yg bermanfaat atau menjadi mudharat??.
Maka dari itulah selagi kita masih menjumpai usia, bertobatlah dan renungilah dari setiap apa yg akan kita perbuat. Semoga Allah berkenan terus memberikan kita petunjuk hidayah illa yaumil qiyamah.
..
Karena ustadznya seorang polisi maka beliau sedikit mengingatkan tentang paham kebangsaan yg menurut survei bahwa di tahun 2018 adalah politic years (tahun2 politik) maka berwaspadalah terhadap keadaan itu. Apalagi virus hoax (bohong/fitnah) merajalela.
Jika politik di tanya ke ahli tata negara maka jawabnya strategi. Jika politik di tanya ke seniman maka jawabnya seni. Dan jika di gabungkan politik itu seni strategi mendapatkan kedudukan/kekuasaan. Maka masyarakat di ingatkan awas bahaya money politik. Tapi tentunya masyarakat sekarang sudah mulai cerdas menyikapi hal itu. Sekali pancasila tetap pancasila dan NKRI. begitu pesan beliau.
..
Semoga malam kemuliaan anak yatim tidak hanya di laksanakan di malam 10 muharram saja, tapi di anjurkan tiap hari. Semoga kita dan anak-anak yatim bisa berjumpa bersama pasukanya Sayyidina Kanjeng Nabi Muhammad Saw kelak di surgaNya Allah.
..
#Salam budaya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde