Langsung ke konten utama

Ibu Petani

Woks
..
Buat status tentang ibu tidak usah nunggu 22 Desember, sekarang saja bisa.
..
Menjadi petani bukan sebuah pilihan, akan tetapi takdir yg telah Allah amanahkan pada dirinya, itu juga meniru warisan ilmu dari orang tuanya dulu. Makanya ibu menyuruh agar anak-anaknya sekolah yg tinggi agar menjadi orang pinter tur bener.
Menjadi petani bukan pekerjaan memalukan, justru petanilah yg berjasa memberikan pangan kehidupan. Walaupun petani tak pernah menginginkan sebuah penghargaan.
..
Survei telah membuktikan bahwa pekerjaan paling berat di dunia adalah menjadi seorang ibu, apalagi di tambah menjadi petani. Bayangkan saja mulai dari jam 2 dini hari ibu sudah bangun mempersiapkan segala sesuatu untuk pagi hari.
Segala sesuatu terkait kebutuhan rumah tangga sudah di kerjakan semua seperti, memasak, ngepel, mencuci piring, pakaian, ngurusi anak sekolah lalu persiapan ke sawah, semua disiapkan sendiri.
Apalagi jika musim tanam tiba, sampai tengah hari terus berjibaku di sawah.
Apalagi jika musim panen tiba, juga sama, terus berjibaku dengan teriknya matahari atau bahkan bersua hujan dengan kilat yg menyambar.
Ketika sore hari sepulang dari sawah seharusnya istirahat, ibu malah mengerjakan hal yg lain seperti, memasak, mencuci piring, ngurusi anak yg madrasah, bahkan kadang-kadang harus membawa gabah kering untuk ke diesel agar menjadi beras.
Begitu terus hampir tiap hari, lalu kapan istirahatnya??.
Jika pakaian kotor sedang menumpuk dan posisi musim tanam, di tambah hujan terus lalu bagaimana perasaanya??
Belum ada hal yg lain seperti, mengambil air, menyapu halaman, rumah, ngurusi hewan peliharaan, merapikan tempat tidur anak, belanja dll. Lalu bagaimana jika banyak pekerjaan di sawah dan di rumah posisi sang anak sakit atau ibu yg sakit?? Siapa yg akan menggantikan posisi beliau??.
Ya Allah...berilah beliau kekuatan dan ketenangan batin dalam hidup di dunia ini.
..
Berat....
Dan yg terpenting kata ibu adalah ritualitas dalam syariat Islam jangan sampai di tinggalkan.
..
Maka tiadalah kata sedikitpun yg memicu kedurhakaan padanya. Hanya hormatlah yg layak anak sematkan buatnya.
..
Walaupun ibu seorang petani, yg pekerjaanya mengolah bumi, tapi beliau memiliki mindset langit bahwa"orang tua tak apa jadi petani, tapi kebodohan terhadap anak jangan sampai terjadi lagi". Artinya anak tidak boleh seperti orang tuanya. Ilmu pengetahuan harus benar-benar di wariskan untuk anak, karena sebagai petunjuk hidup. Anak harus gemilang, harus sukses, dan semua itu ibu tak meminta sesuatu yg besar dari anaknya, ia hanya ingin di doakan di setiap shalat-shalat sang anak.
..
Subhanallah kini beliau melepasku kembali ke negeri timur untuk berjuang kembali menimba ilmu.
Semoga Allah berkenan mempertemukan kita kembali dalam keadaan paling bahagia. Untaian doa kini menggandeng tanganku.
..
Saya coba menuliskan apa yg di sampaikan oleh Samsul munir amin (Dekan Fakultas Dakwah-Komunikasi Islam UNSIQ Wonosobo) yaitu "Seandainya manusia boleh menyembah sesamanya, maka aku peruntahkan ia menyembah seorang ibu" (Bukan Al-qur'an bukan pula hadits)
#Salam budaya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde