Langsung ke konten utama
Efek Tari Sufi
..
*Oleh Bang Woks
Hampir tiap hari dari mulai jalanan, kelas, di bawah pohon rindang, di masjid, di perpus dimana saja dan kapan saja pasti ada orang yg menyapaku. Padahal aku ini siapa. Bukan siapa dan bukan apa-apa. Apa sih istimewanya aku. haha
..
Orang-orang yg menyapaku itupun belum aku kenal. Karena saking banyaknya nama-nama yg tersimpan dalam memori otakku. Kini sudah masuk fase full memory. Bahkan aku sampai mini amnesia, temen sekelasku hampir saja ku lupa. Terakhir ada banyak orang yg ingin berdiskusi, sekedar tanya, curhat dan bahkan minta foto. Huuu aku ini bak artis dadakan yg baru dapat tirai satu yg isinya hadiah mewah.haha. Aku makin bingung dengan diriku ini. Sebenarnya apa yg sudah aku lakukakan pada banyak orang itu? dan nyatanya aku tak banyak yg kulakukan selain menjadi diriku sendiri.
..
Kata orang salah satu faktor mereka mendadak menjadi #Wokolicious adalah sebuah fenomena tari sufi. Padahal tari sufi itu bukan miliku, tetapi miliknya ustadz Wijayanto yg kebetulan aku suka sekali dengan beliau lalu aku melihat banyak video beliau dan salah satunya berisi tari sufi. Maka aku berfikir ini menjadi hal menarik untuk ku bagikan ke semua orang apalagi ini ada kaitanya dengan jurusanku. Jusuran Tasawuf. Terdengar ngeri namun aslinya konyol seperti orangnya. haha
..
Tari sufi sendiri adalah sebuah tarian dzikir mahabbah yg di sampaikan sufi agung Syeikh Maulana Jalaluddin Rumi dari anatolia Turki dengan para Darwis (Whirling Dervishes) yg berputar bersama alunan dzikir-dzikir pengingat Allah.
Tarian ini merupakan sebuah bagian dari meditasi diri, yang dilekatkan dengan ajaran sufistik dalam Islam. Lewat tarian meditasi ini, diharapkan para pelakunya bisa menggapai kesempurnaan pada imannya, menghapuskan nafsu, ego dan hasrat pribadi dalam hidupnya.
..
Jika tarian sufi aslinya berputar seluruh tubuhnya maka, tarian sufiku cukup tanganya saja yg di putar. Akan tetapi goalnya seluruh peserta tidak khusyu, gagal fokus pada akhirnya, dan yg terjadi ketika mereka di beri aba-aba pegang dagu maka, setelah tangan di putar kencang dagu berpindah ke kening (jidat) haha. tertipu.
..
Tapi bukan itu masalahku. Masalahku adalah pergerakanku yg terbatas ini mengapa membuat orang tertarik padaku (fakta bukan Ge'er). Aku hanya takut dari fenomena ini dapat membuatku lalai dalam mengingatNya. Ahh tapi jangan terlalu serius. Yang penting bersyukur saja kepada Allah mungkin ini ujian. Memang siihh tujuanku sederhana ketika aku tampil di depan yaitu menebar SEMANGAT ke pelosok fikiran para generasi muda baru dan menciptakan KREATIVITAS bukan politis dan anarkis. Bersatulah.
#Salam budaya
#Wokolicious

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde