Langsung ke konten utama
Dua Acara Banyak Cerita
..
*Oleh Bang Woks
Sejak malam kamis fikiranku terus memompa inspirasinya, merajut semangat dan tak lupa menggelitik hati untuk memilih dan mempersiapkan badan agar tak kelelahan. Ternyata benar. Dugaan itu sedikit demi sedikit ku lakukan.
..
Aku di mintai tolong menjadi panitia TPT (Tasawuf Psikoterapi Training) untuk mengisi apapun yg bersifat urgent dan kosong hehe, adakalanya menjadi MC, moderator, pengisi ice breaking sampai keamanan.
Aku mengikuti acara ini tidak sampai selesai karena, aku harus berpindah ke acara yg lain yg hampir sama dengan TPT. Namun ada beberapa hal yg ku anggap unik dan baru pertama ku temui. pertama, ketika pemberangkatan aku bersama peserta di angkut dengan mobil barak kuda milik polres Tulungagung (mirip seperti tahanan sipil wkwkwk). Dengan suara sirine yg lantang mobil ini melaju tanpa menghiraukan sekelilingnya, hingga ribuan pasang matapun melihat keheranan ke arah kami. Walau demikian perjalanan ini asyik. Kedua, dalam acara hipnosis semua peserta di perintahkan untuk fokus mendengarkan serangkaian sugesti yg di berikan pemandu, termasuk aku. Dan akhirnya aku terhipnotis dengan keadaan tangan melingkar tak dapat di lepaskan dan menghitung angka tiga hilang bahkan namaku sendiri aku tak tahu. semua itu aku dapati dari video hahah.
..
Sungguh sayang acara belum usai aku terpaksa meninggalkan tempat acara dari villa agro wilis menuju resort waduk wonorejo. Dengan di antar temanku aku melaju walaupun badan sudah tak karuan lelahnya di tambah lagi suhu yg harus mampu ku adaptasikan. Dinginya sampai tulang sum-sum.
..
Acara sudah di mulai sejak siang pukul13:00 namun, aku berangkat dengan kloter ke 4 yaitu pukul 17:00 sore sehingga magrib baru tiba. Akan tetapi di antar dengan elf kampus yg begitu memanjakan.
Acara ini namanya MaTa (Masa Ta'aruf) yg mengadakanya adalah anak bidikmisi. Aku sendiri disini hanya menjadi anggota dari sie keamanan. Orang polos sepertiku jadi keamanan haha lucu sekali. Sama halnya seperti kemarin disinipun aku tak luput dari mengisi acara ice breaking. Ya memang aku tak bisa seperti orang lain yg mampu melangitkan kata kata dan memang itulah yg kubisa. Walau demikian ada hal menarik yg kudapati pertama, bisa merasakan tidur di atas rumah pohon yg dinginya minta ampun. Kedua, di tengah badan yg payah ini aku masih bisa becanda, bernyanyi, angkat sana angkat sini, penanaman pohon apalagi pas penampilan pensi yg ancur abisss. hehe. Pada saat penanamanpun aku menemukan kejadian dari setiap ekspresi yg unik apalagi ketika mencangkul. Makin di cangkul makin batu besar yg ku temui, bahkan bobot tubuhku tak mampu mencungkil batu itu. haha jadi teratawaan banyak orang.
..
Dalam banyak hal itu tujuan dari fikiranku sederhana bahwa aku tak mampu memberi mereka uang tapi, aku mencoba memberi mereka rasa semangat. Karena bagiku semangat itu dapat mengalahkan semuanya. ibarat sebuah rasa semangat itu adalah rasa manis yg rasa manis itu akan menetralisir rasa yg lainya. Walaupun badanku ini sudah tak karuan dengan rasa yg bervariasi namun rasa semangatku belum mampu terukur. Jikapun ada alat ukur semangat tentunya semangatku akan melampaui zaman ini. Maka para pemuda layaknya memiliki rasa semangat yg tinggi. Itulah salah satu modal kita melangkah. Dan pastinya masih ada orang-orang yg harus kita bahagiakan. Selamat berproses dan selamat berjumpa lagi. Kalian luar biasa. "Kenangan sekecil apapun akan nampak berharga ketika kita meninggalkanya".
#Salam budaya
#Wokolicious

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde