Langsung ke konten utama
*Mengingat kembali Sang Maestro Tari Topeng dari Indramayu*
..
Jika ingat nenek di rumah saya, jadi ingat nenek yang satu ini. Beliau adalah Mimi Rasinah. Mimi adalah sebuatan ibu atau mbah dalam bahasa Indramayu dan cirebon, sedangkan mama itu berarti bapak.
Mimi Rasinah lahir di Indramayu, 3 Februari 1930.
..
Beliau adalah seniman tari topeng. Darah seninya mengalir dari bapak ibunya yg juga seorang seniman. Sejak kecil beliau sangat senang sekali menari.
Saking mencintai dengan tari topeng beliau berkata _"dari pada berhenti menari lebih baik mati"._ Sungguh ungkapan yg begitu mendalam, yg salah satu pesanya begitu tertuju pada kaum muda agar dapat mencintai kebudayaanya sendiri, jangan malah tergerus zaman.
Beliau telah membuktikan kpd orang banyak dari mulai jakarta, tokyo hingga prancis cuma untuk menari. "Jadilah penari seperti saya, yg rajin dan bekerja keras" kata mimi. anak-anak muda sekarang setelah (menari) satu jam saja mereka sudah capek. Saya humor saja karena kalau mereka sudah bisa mereka akan enak sendiri.
Begitulah ajaran mimi kepada murid-muridnya, sehingga rasa batin menyusup dalam sanubari orang-orang sehingga mereka tergerak untuk belajar menari.
..
Tari topeng yg sering di pentaskan berupa tari topeng losari, kelana dan topeng panji. Saking eksotisnya tarian topeng mimi rasinah, Rhoda Grauer menjadi sutradara atas film dokumenter yang berdurasi 54 menit yang berjudul Rasinah: The Enchanted Mask. Kata sutradara ini mengatakan bahwa "tarian mimi rasinah sungguh mengandung makna atau bahkan magis sehingga orang-orang melihatnya seolah topeng itu hidup dan menyihir penontonya, sehingga saya harus abadikan ini".
Sekarang tari topeng beliau di wariskan kepada cucunya Aerli Rasinah. Semoga tari topeng khususnya wilayah dermayon dan cirebon entah itu pekandangan atau losari, akan tetap lestari dan tetap terwariskan kepada generasi muda sehingga mereka tak lekang dari pusaran zaman.
..
Ungkapan "daripada berhenti menari, lebih baik mati" akhirnya dibuktikan pada tarian terakhirnya, beliau menari di Bentara Budaya Jakarta dalam acara pentas seni dan pameran "Indramayu dari Dekat", setelah tarian itu beliau jatuh sakit dan dirawat di RSUD Indramayu. Pada tanggal 7 Agustus 2010 Mimi Rasinah akhirnya meninggal dunia pada usia 80 tahun. Beliaulah sang maestro tari topeng Indramayu. Inilah pesan terakhir beliau, _Topengku jiwaku; sesungguhnya ia tengah mengajarkan kita untuk mencintai apapun dengan ketulusan dan tanpa pernah berhenti._
Alfatihah..mimi rasinah.
#Salam budaya
#Wokolicious

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde